Karya-karya drama pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942?1945) pada umumnya sarat dengan propaganda
pemerintah militer Jepang yang berusaha mengajak masyarakat Indonesia untuk membantu peperangan melawan
Amerika dan Inggris dalam Perang Dunia II. Karya sastra dija
dikan alat propaganda yang tepat, terutama drama, karena
masyarakat dapat langsung menerima pesan-pesan dan menc
ontoh apa yang seharusnya dilakukan dalam masa perang
itu. Para seniman kemudian dihimpun oleh Kantor Dinas Propaganda (
Sendenbu) untuk bekerja dalam lapangan kesenian masing-masing untuk memberi semangat kepada rakyat Indonesia. Sejumlah penulis drama, antara lain seperti Usmar Ismail, El Hakim, Armijn Pane, Soetomo Djauhar Arifin, dan Merayu Sukma menyambut dengan semangat program pemerintah tersebut dengan menghasilkan karya-karya drama dan dimainkan oleh grup sandiwara yang juga
banyak bermunculan pada saat itu.
AbstractMany plays in Japanese occupation period (1942?1945) were full of propaganda of Japanese Military Government that
tried to influence Indonesian people to assist Japanese tr
oops in fighting American army in World War II. Literature
was used as a proper propaganda tool,
especially plays, where people could ge
t the message directly about what they
should do in war situation. A lot of artists were gathered
by the Propaganda Service Office
(Sendenbu) to work on their
fields of creativity (music, sculpture, literature, drama, pain
ting) in order to encourage Indonesian people to participate
in the war. Some playwrights such as Usmar Ismail, El Hakim. Armijn Pane, Soetomo Djauhar Arifin, and Merayu
Sukma enthusiastically welcomed the program. They wrote many plays that were played by various drama groups that
sprang up in that period.