ABSTRAKIndustri jasa konstruksi memiliki pengaturan tersendiri yang tergabung dalam Undang Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999. Dengan diaturnya perundangan ini, pengaturan mengenai perjanjian pemborongan di dalam KUHPerdata yang menyerupai pengertian Kontrak Konstruksi dalam Undang Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999 menjadi tidak digunakan lagi. Di Indonesia, tidak banyak kasus Sengketa Konstruksi yang sampai ke pengadilan karena para pelaku jasa konstruksi memilih sifat tertutup dari lembaga arbitrase untuk penyelesaian masalah. Kasus antara PT Citrakaton Dwidayalestari melawan PT Mustika Hotel dkk merupakan salah satu kasus langka yang sampai ke tingkat Mahkamah Agung. Karena muncul sebelum lahirnya Undang Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999, maka kasus ini menggunakan KUHPerdata sebagai dasar hukum. Skripsi ini akan meneliti tentang kasus PTCD melawan PTMPH dilihat dari perspektif KUHPerdata dan Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999.
ABSTRACTConstruction industry has its own arrangement compiled in Law No. 18 of 1999 on Construction Service. With the regulation, arrangement contained in Civil Code regarding contractual work agreement, which resembles Construction Contract in Law No. 18 of 1999 on Construction Service, became no longer applicable. In Indonesia, most of Construction Dispute didn't reach court due to the condition that all the players in Construction Industry prefer the confidentiality of arbitration to as dispute resolution. Case between PT Citrakaton Dwidayalestari against PT Mustika Hotel dkk is one of the rare case that reached Supreme Court. Since the case came up before Law No. 18 of 1999 on Construction Service is established, the Council of Judges apply Civil Code as the legal basis of the verdict. This mini thesis will explore PTCD vs PTMPH case on both Civil Code and Law No. 18 of 1999 on Construction Service perspectives.