ABSTRAKPerselisihan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha
dalam suatu hubungan kerja bukanlah fenomena baru dalam
kehidupan masyarakat. Untuk memberikan perlindungan
terhadap pekerja agar mereka tidak diperlakukan sewenangwenang
di samping juga untuk menjamin kepastian dan
ketentraman hidup dan bekerja bagi pekerja, maka diperlukan
sebuah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
masalah perselisihan perburuhan tersebut. Oleh karena itu,
dibentuklah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dimana proses
penyelesaian perburuhan melalui beberapa tahapan yaitu
tahap perundingan bipartit antara pekerja dan pengusaha,
tingkat perantara oleh pegawai perantara sudinnakertrans
setempat, tingkat P4-D, tingkat P4-P dan tingkat peradilan
tata usaha negara. Akan tetapi, ternyata undang-undang
tersebut dirasa tidak dapat lagi mengakomodasi
perkembangan-perkembangan yang terjadi karena hak-hak
pekerja/buruh perseorangan belum terakomodasi untuk menjadi
pihak dalam perselisihan hubungan industrial, selain itu,
undang-undang ini juga dianggap belum mewujudkan
penyelesaian perselisihan secara cepat, tepat, adil dan
murah. Berdasarkan alasan tersebut, pada tanggal 14 Januari
2006 diundangkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang dianggap
dapat mewujudkan suatu penyelesaian perselisihan yang
cepat, tepat, adil dan murah dengan dibentuknya Pengadilan
Hubungan Industrial sebagai pengganti lembaga P4-D dan
P4-P. Diundangkannya Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 ini
ternyata menimbulkan permasalahan-permasalahan baru dalam
penyelesaian perselisihan perburuhan yang salah satunya
adalah tetap diperiksa dan diadilinya perkara-perkara yang
telah terdaftar di PTTUN sebelum tanggal 14 Januari 2006
dan belum diperiksa atau proses pemeriksaannya masih
berjalan pada saat diundangkannya Undang-undang Nomor 2
Tahun 2004 yang berakibat pada proses pemeriksaan perkara
perselisihan perburuhan di PTTUN dimana P4-P yang telah
dibubarkan oleh undang-undang tersebut tetap berkedudukan
sebagai tergugat. Hal inilah yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini dimana dengan P4-P tidak diberi hak untuk mempertahankan putusan yang telah dikeluarkannya.