Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan pengadilan. Di Indonesia perceraian merupakan hal yang umum, undang-undang tidak mengenal bentuk lain sebagaimana dalam hukum Islam. Salah satu bentuk pemutusan perkawinan dalam hukum Islam adalah fasakh, yaitu pemutusan perkawinan yang disebabkan tidak terpenuhinya syarat akad (mengenai sah tidaknya) seperti antara suami istri ada hubungan sesusuan, atau sebab yang terjadi kemudian setelah akad seperti salah satu dari suami istri murtad. Karena tidak adanya aturan yang jelas mengenai fasakh dalam praktiknya, perlu diketahui bagaimana fasakh dapat dilakukan, bagaimana pengajuan fasakh karena murtad dan pembuktiannya, pertimbangan dalam memutus dan akibat yang ditimbulkannya. Metode pendekatan kualitatif digunakan untuk menguraikan sinkronisasi aturan hukum yang ada dan kenyataan di lapangan. Dapat disimpulkan bahwa fasakh terjadi bila ada syarat yang tidak terpenuhi saat akad atau setelah akad. Gugatan fasakh dilakukan sebagaimana tata cara gugatan perceraian, begitu pula pembuktiannya. Pertimbangan hakim dalam memutus tidak terlepas dari keterangan para pihak, bukti-bukti yang diajukan serta keadaan selama sidang. Perlu diketahui dengan fasakhnya perkawinan, istri murtad tidak berhak mendapatkan nafkah, tidak ada iddah dan anak-anak yang ikut murtad menjadi hilang hak waris terhadap bapaknya.