Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus mendasarkan atas hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Apabila pemerintah dalam melakukan tugas dan kewajibannya telah melanggar peraturan perundang-undangan maka setiap warga berhak mengajukan suatu gugatan. Dalam kaitan ini, warga dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Umum atau ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dasar hukum Keberadaan PTUN yaitu UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004, di undangkan pada tanggal 29 Maret 2004. Lahirnya Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN, cukup memberikan harapan dalam hal eksekusi. Meskipun belum diatur bagaimana upaya paksa dan prosesnya. Adanya Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 memberikan harapan baru karena adanya suatu upaya paksa bagi pejabat TUN (tergugat) untuk melaksanakan putusan pengadilan. Pada UU Nomor 9 tahun 2004 terdapat pengaturan mengenai juru Sita. Melalui metode penelitian normatif, yaitu suatu cara mengumpulkan data sekunder dengan melakukan studi kepustakaan dan kualitatif, yaitu metode yang menghasilkan penelitian yang bersifat analitis deskriftif, tulisan ini akan mencoba menjawab permasalahan bagaiamana peran juru sita dalam proses pemanggilan pejabat TUN, peran juru sita dalam pelaksanaan penetapan penundaan putusan TUN, dan peran juru sita dalam upaya paksa putusan PTUN. Dengan adanya juru sita ini diharapkan dapat membantu permasalahan yang terjadi pada proses Peradilan Tata usaha Negara sekarang ini.