Skripsi ini membahas mengenai penerapan ketentuan izin pemeriksaan pejabat terhadap tersangka yang merupakan caleg incumbent dalam tindak pidana pemilu. Ketentuan izin pemeriksaan tersebut diperlukan dalam hal ingin dilakukannya tindakan kepolisian terhadap anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2003. Persoalannya tindak pidana pemilu merupakan tindak pidana khusus yang jangka waktu penyelesaiannya menurut UU No. 10 Tahun 2008 lebih singkat dibandingkan dengan tindak pidana lainnya.
Penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian normatif, dengan metode pengolahan data yang bersifat kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan disarankan agar sebaiknya ketentuan izin pemeriksaan tidak diterapkan dalam penyelesaian tindak pidana pemilu, sehingga pelanggaran pidana pemilu yang melibatkan caleg incumbent dapat segera diselesaikan.
This thesis discusses the implementation of the regulation concerning permission to investigate an incumbent legislative candidate who is accused of general election crime. A law regulating such examination permit is required in order to enable the police to take measures towards members of the People’s Consultative Assembly (MPR), the House of Representatives (DPR), Regional Representative Council (DPD), and the Regional House of Representatives (DPRD), as stipulated in Law No.22 Year 2003. The problem is that general election crime falls within the category of special crimes, which according to Law No.10 Year 2008 must be resolved faster than other crimes. The study was carried out through normative research with qualitative data processing. Based on the result of this study, it is recommended that the regulation regarding the examination permit should not be implemented in resolving a general election crime so that the general election crimes involving incumbent legislative candidates can be resolved immediately.