ABSTRAKPembebasan bersyarat merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan yang dianut oleh Indonesia, dimana setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan, kecuali anak didik berhak memperolehnya setelah menjalani pidana sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari masa pidana dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari sembilan bulan. Dalam menjalankan pembebasan bersyarat, terpidana diharuskan mentaati persyaratan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembebasan bersyarat, yaitu Kejaksaan Negeri dan Balai Pemasyarakatan. Salah satu persyaratan yang harus ditaati oleh terpidana selama menjalani pembebasan bersyarat terdapat dalam Pasal 16 ayat (4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas, bahwa terpidana yang menjalani pembebasan bersyarat dilarang pergi keluar wilayah Indonesia kecuali mendapatkan izin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Persyaratan tersebut terkait dengan pencegahan yang merupakan larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk ke luar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu, dimana keputusan pencegahan tersebut merupakan kewenangan dari Jaksa Agung yang merupakan pimpinan dari lembaga Kejaksaan Republik Indonesia termasuk di dalamnya adalah Kejaksaan Negeri, pengawas pelaksanaan pembebasan bersyarat. Dalam skripsi ini, penulis akan menguraikan mengenai keharusan pihak Kejaksaan Negeri melakukan pencegahan terhadap terpidana yang menjalani pembebasan bersyarat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan melakukan studi kasus pelaksanaan pengawasan pembebasan bersyarat terpidana David Nusa Wijaya, dimana pada saat menjalani pembebasan bersyarat, David Nusa Wijaya pergi ke Hongkong tanpa seizin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
ABSTRACTRelease with requirements is a part of prison system carried out by Indonesia, in which each accused, except under age accused, has the right after being in prison 2/3 (two per three) of the criminal term, which is not less than nine months. During having a release with requirements, the accused should obey all of the requirements stipulated in the laws and regulations made by parties having the rights to construct supervisions on the implementation of release with requirements, namely: Domestic Attorney and Correction Center. One of the requirements should be obeyed by the accused during having he release with requirements is stated in Article 16 paragraph (4) of the Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. M.2.PK.04-10 of 2007 regarding Assimilation, Release with Requirements, and Leave Before Released, that the accused having release with requirements is forbidden to go out form the Indonesian territory without permission of the Minister of Law and Human Rights. The requirement is related to the prevention, which is a temporary forbid for certain people to go out from the territory of the Republic of Indonesia based on certain reasons, in which the prevention stipulation is the right of General Attorney, the leader of Attorney institution of the Republic of Indonesia, including the Domestic Attorney, the supervisor for the implementation of release with requirements. In this script, the writer shall describe the significance for the Domestic Attorney to conduct prevention against the accused having release with requirements based on the effective laws and also performed a cases study on the implementation of release with requirements supervision to the accused David Nusa Wijaya, in which when having release with requirements, David Nusa Wijaya left for Hongkong without any permission of the Minister of Laws and Human Rights.