Berkembangnya kerjasama ekonomi internasional, dewasa ini
mengakibatkan makin meningkatnya kegiatan atau transakasi bisnis
internasional yang dilakukan cara melintasi batas-batas negara
(cross border nation) seperti ekspor-impor, foreign direct
investment, dan pembiayaan perusahaan. Untuk mengantisipasi
kemungkinan timbulnya sengketa di dalam transaksi bisnis
internasional, biasanya para pihak telah menentukan adanya
pilihan forum (choice of Forum) di dalam salah satu klausula
kontrak yang disepakati. Salah satu forum yang biasanya sering
digunakan oleh para pelaku bisnis internasional adalah arbitrase
internasional. Pelaksanaan putusan arbitrase internasional ini
harus dilakukan dengan cara menembus kedaulatan (souvereignty)
yang dimiliki oleh suatu negara, sehingga apabila putusan
tersebut ingin dilaksanakan harus terlebih dahulu dibuat
perjanjian antar negara. Namun saat ini, putusan arbitrase
internasional dapat dilaksanakan di berbagai belahan dunia
karena telah terdapat konvensi yang mengatur mengenai arbitrase
internasional, yakni konvensi New York 1958. Tulisan ini akan
membahas tiga macam pokok permasalahan, yakni, Bagaimanakah
kekuatan mengikat putusan arbitrase internasional menurut hukum
yang berlaku di Indonesia? Apa saja yang dapat dijadikan sebagai
dasar penolakan terhadap pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional menurut Konvensi New York 1958 ? dan
apakah penolakan terhadap pelaksanaan putusan arbitrase asing
pada perkara Banker Trust melawan PT Mayora indah Tbk telah
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia?
Sekalipun konvensi New York telah berlaku, namun hakim tetap
masih dapat menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
Adapun dasar-dasar penolakan ini telah diatur di dalam Pasal V
Konvensi New York 1958. Terkait dengan hal tersebut, diperlukan
adanya kejelian hakim dalam menggunakan dasar-dasar penolakan
tersebut.