Kehidupan rumah tangga yang selayaknya berlangsung adalah adanya kerukunan antara suami isteri. Akan tetapi hal itu sering tidak terwujud, karena beberapa masalah, yaitu a.l. tidak dipenuhinya hak dan kewajiban, serta soal harta bersama suami isteri. Permasalahan dalam skripsi ini adalah mengenai pembagian harta bersama suami isteri setelah perceraian ditinjau dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Undang-undang Perkawinan mengatur tentang Harta Benda Dalam Perkawinan dalam Bab VII pasal 35, pasal 36, dan pasal 37, sedangkan Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai Harta Kekayaan Dalam Perkawinan dalam Bab XIII pasal 85 sampai dengan pasal 97. Meskipun terdapat persamaan-persamaan antara ketentuanketentuan dalam Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, terdapat pula perbedaan-perbedaannya, namun tidak saling bertentangan. Dalam menyusun skripsi ini dikumpulkan bahan pustaka dan dilakukan penelitian lapangan, a.l. ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan sekaligus memperoleh putusan No. 45/PDT.G/2005/PAJS. Tujuan skripsi ini adalah untuk mengetahui apakah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur mengenai harta bersama suami isteri, bagaimana Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai pembagian harta bersama suami isteri setelah putusnya perkawinan, dan menganalisa apakah seorang suami yang bersikap sewenang-wenang memperoleh harta bersama sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam. Untuk memutuskan perkara tersebut Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan memasukkan dalam pertimbangannya a. l. pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan pasal 37 Undang-undang Perkawinan jo pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, yang menentukan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Oleh karena para pihak dalam kasus tersebut tidak membuat perjanjian perkawinan, maka Majelis Hakim tersebut telah membuat keputusan yang telah sesuai dengan ketentuanketentuan yang berlaku.