ABSTRAKPara awak kapal merupakan salah satu penghasil
devisa terbesar bagi negara Indonesia, baik yang bekerja di
atas kapal berbendera nasional maupun berbendera asing.
Posisi awak buah kapal merupakan posisi kerja yang
terendah di kapal. Pada kenyataannya nasib awak buah
kapal sering tidak digubris. Salah satu penyebab
penelantaran mereka adalah ketidakjelasan pembuatan dan
penerapan Perjanjian Kerja Laut (PKL). Skripsi ini
mempunyai tujuan untuk menguraikan kekhasan Perjanjian
Kerja Laut (PKL) sebagai suatu perjanjian kerja yang
dimaksudkan sebagai upaya perlindungan hukum bagi
pelaut (Awak Buah Kapal/ABK). Sifat penulisan ini adalah
penulisan deskriptif. Metode penulisan yang dipergunakan
adalah metode kajian kepustakaan yang bersifat normatif
dan analisa data secara kualitatif. Materi yang dibahas
dalam skripsi ini adalah perjanjian kerja, perjanjian kerja
laut, pelaut (Awak Buah Kapal/ABK) nasional dan
internasional, beberapa masalah yang sering dihadapi
pelaut (Awak Buah Kapal/ABK), perjanjian kerja laut (PKL)
bagi pelaut (Awak Buah Kapal/ABK) yang bekerja di atas
kapal berbendera nasional dan berbendera asing serta
beberapa standar internasional bagi pelaut (Awak Buah
Kapal/ABK). Adapun kesimpulan dari skripsi ini adalah
bahwa mereka yang ingin menjadi pelaut (Awak Buah Kapal/ABK) harus mengetahui hak dan kewajibannya.
Pihak-pihak yang terkait dalam Perjanjian Kerja Laut yaitu
ABK sendiri, perusahaan pelayaran, Departemen
Perhubungan Laut, Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Departemen Kehakiman dan HAM, INSA,
FSEA, KPI, perusahaan perekrutan, ITF, IMO dan ILO
diharapkan semakin berusaha mewujudkan kerja sama
yang maksimal. Selain itu, agar tidak saling menyalahkan
dan membingungkan bagi ABK dalam proses penyelesaian
perselisihan perburuhan diharapkan Departemen
Perhubungan Laut dan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi menerbitkan suatu surat keputusan bersama
sebagai petunjuk pelaksanaan teknis perselisihan
perburuhan di bidang hukum maritim, khususnya Awak
Kapal (Pelaut).