BUMN adalah sebuah badan usaha yang berbentuk badan hukum serta modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagai badan usaha, BUMN memiliki kekayaannya sendiri yang terpisah dari keuangan negara. Kekayaan tersebut diatur menurut hukum perdata, termasuk hukum kepailitan. Karenanya BUMN memiliki kedudukan yang sama dengan badan hukum privat lain dalam kepailitan. Untuk dapat dipailitkan, BUMN harus memenuhi syarat memiliki dua orang kreditor atau lebih dan tidak membayar salah satu utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih. Permohonan diajukan oleh BUMN sebagai debitor, para kreditornya atau pihak kejaksaan dalam hal demi kepentingan umum. Namun dalam UUKPKPU, diadakan pengecualian untuk BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik (seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham), permohonan kepailitannya hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan saja. Perum memenuhi kriteria sebagai BUMN jenis tersebut, sedangkan Persero tidak karena modalnya yang terbagi atas saham. BUMN setelah dipailitkan juga teta dapat menjalankan usahanya demi keuntungan dan/atau menghindari kerugian pada harta pailit. PT. DI sebagai BUMN berbentuk Persero diajukan kepailitannya oleh para mantan karyawannya sejumlah 6.561 orang sebagai kreditor yang memiliki piutang kompensasi pensiun atas PT. DI. Karena memenuhi semua syarat kepailitan, Pengadilan Niaga menyatakan PT. DI pailit. Sementara Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut karena dipandang PT. DI adalah BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik walau terbagi atas saham (fakta ini hanya sekedar untuk memenuhi ketentuan UU PT). Sebenarnya PT. DI memang dapat dipailitkan bila hanya melihat apa yang tertulis di peraturan perundang-undangan. Namun ada baiknya dilihat apakah BUMN ini masih solvent atau tidak, berkenaan dengan statusnya yang memang merupakan objek vital industri, yang bila dipailitkan secara mudah dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian yang lebih besar.