Keterbatasan dana yang dimiliki baik oleh Pemerintah
maupun perusahaan telah mendorong keduanya untuk mencari
alternatif sumber pembiayaan lain untuk memenuhi kebutuhan
pembiayaannya. Obligasi sebagai surat pengakuan utang
sekaligus instrumen untuk berinvestasi dianggap sebagai
alternatif yang paling tepat untuk menghimpun dana dalam
waktu yang singkat. Obligasi dapat diterbitkan baik oleh
Pemerintah yaitu Obligasi Negara maupun oleh perusahaan
yaitu Obligasi Perusahaan. Perbedaan emiten dalam
penerbitan Obligasi Negara dan Obligasi Perusahaan
menyebabkan perbedaan dalam mekanisme penerbitan kedua
obligasi tersebut ditinjau dari kerangka yuridis yang
melandasinya. Obligasi Negara merupakan salah satu
instrumen dari Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat
Utang Negara. Penerbitan Obligasi Negara dilakukan melalui
mekanisme Lelang di pasar perdana dan melalui mekanisme
Lelang dan Non-Lelang di pasar sekunder dengan melibatkan
Bank Indonesia dalam penerbitan, penjualan dan pembelian
serta penatausahaannya. Obligasi Perusahaan merupakan salah
satu efek yang diterbitkan berdasarkan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Penerbitan dilakukan
melalui proses penawaran umum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang pasar modal,
kemudian dilanjutkan dengan perdagangan di pasar perdana
dan di pasar sekunder. Perbedaan kerangka yuridis ini pada
akhirnya menyebabkan perbedaan dalam perlindungan hukum
bagi pemegang Obligasi Negara dan pemegang Obligasi
Perusahaan. Namun demikian, baik Obligasi Negara maupun
Obligasi Perusahaan sama-sama melibatkan Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) dalam penerbitannya.