Penilaian suatu bank dalam memberikan persetujuan atas suatu permohonan kredit oleh nasabah debitur dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P yaitu Personality, Purpose, Prospect, Payment, dan Formula 5C yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of Economy. Salah satu jaminan kebendaan yang diberikan oleh debitur guna memenuhi unsur Collateral adalah jaminan fidusia, yang pengaturannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (?UUJF?). Pada saat debitur pemberi jaminan fidusia ingkar janji (wanprestasi) terhadap perjanjian kredit, bank selaku kreditur pemegang jaminan fidusia berhak melakukan upaya eksekusi jaminan fidusia oleh kreditur sebagaimana diatur pada Bab V tentang Eksekusi Jaminan Fidusia dalam UUJF. Namun, eksekusi jaminan fidusia tersebut seringkali dihadapi dengan upaya perlawanan dari debitur pemberi jaminan fidusia (Partij Verzet) yang tidak berkehendak barang jaminan fidusia yang telah diberikannya dieksekusi, sehingga timbul permasalahan, yaitu apakah dasar hukum yang digunakan debitur dalam mengajukan perlawanan eksekusi jaminan fidusia telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan bagaimanakah akibat hukum perlawanan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia.
Skripsi ini berusaha menjelaskan alasan yang relevan bagi debitur untuk mengajukan perlawanan eksekusi terhadap eksekusi jaminan fidusia dan akibat hukum perlawanan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan type penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dianalisa secara kualitatif. Hasil dari penelitian akan memberikan gambaran mengenai perlawanan debitur terhadap eksekusi jaminan fidusia oleh kreditur dikaitkan dengan ketentuan hukum acara perdata (Herzeine Indonesiche Reglement/HIR) dan UUJF. Perlawanan yang diajukan oleh debitur sebagai pihak tereksekusi (Partij Verzet) tidak mutlak menunda eksekusi. Penundaan eksekusi hanya dapat dilakukan atas dasar alasan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban pembayaran tertunggaknya kepada kreditur atau debitur telah memenuhi seluruh kewajiban pembayarannya kepada kreditur.
A bank?s appraisal when approving an apllication for credit by a debtor is based on the 4P formula which is Personality, Purpose, Prospect, Payment, and the 5C Formula which is Character, Capacity, Capital, Collateral, and Condition of Economy. One of collateral form put up by the debtor to fulfill the Collateral element is the fiduciary guarantee which is regulated under Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee (?LoFG?). In the event that the debtor as the grantor of fiduciary guarantee collateral is in default of the credit agreement, the bank as the creditor is entitled to execute the fiduciary guarantee as regulated in Chapter V on Execution of Fiduciary Guarantee in the LoFG. However, such executions of fiduciary guarantees often face counter efforts from the debtor as the grantor of fiduciary guarantee collateral (Partij Verzet) who is against the execution, thereby raising the issue of whether the legal basis used by the debtor in counter measures against the execution on the fiduciary guarantee is in accordance with the stipulations of the prevailing laws, and what are the legal consequences of those measures.
This paper attempts to provide relevant explanations for the debtor to undertake counter execution measures on the fiduciary guarantee and the legal consequences of those measures. In writing this paper, the author uses a normative juridical study. The data used is a secondary data analyzed qualitatively. The result of the study will give an illustration on debtor?s counter measures against the fiduciary guarantee execution measures by the creditor in regards to the civil law (Herzeine Indonesiche Reglement / HIR) and the Law on Fiduciary Guarantee / LoFG. The counter measures taken by the debtor as the party facing the consequences of the execution (Partij Verzet) shall not delay the execution. Delay of execution shall only be permitted on the grounds that the debtor is able to fulfill its outstanding payment to the creditor or has fulfilled all its payment obligations to the creditor.