Program pro-poor growth belum efektif mengurangi kemiskinan di Papua karena pemerintah tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan menurut variasi wilayah. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan menurut variasi wilayah (spatial heterogeneity) dengan menggunakan model GWR. Kemiskinan diprediksi dengan menggunakan faktor-faktor yang berkaitan dengan mata pencaharian penduduk (Scoones, 1998 dan Kam et al., 2005). Unit observasi adalah kecamatan dan data yang digunakan merupakan data cross sectional (Podes 2008, PPLS 2008, dan Pemetaan 2010).
Goodness of fit test menyimpulkan bahwa model GWR lebih baik dibanding model OLS dalam menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Papua. Hasil GWR menunjukkan bahwa pengaruh tingkat pendidikan, tenaga medis, dan topografi wilayah terhadap kemiskinan hampir sama di semua wilayah. Sedangkan pengaruh luas lahan yang diusahakan, penggunaan irigasi teknis, sumber air minum, dan infrastruktur listrik terhadap kemiskinan bervariasi secara spasial.
Hasil multivariate K-means clustering menunjukkan bahwa kecamatan mengelompok menurut karakteristik wilayah (kondisi geografis). Kemiskinan di wilayah Papua selatan lebih dipengaruhi oleh ketersediaan sumber air bersih dan listrik dibanding wilayah lain. Kemiskinan di wilayah kepulauan, Nabire, dan sekitarnya lebih dipengaruhi oleh ketersediaan tenaga medis, tingkat pendidikan, dan penggunaan irigasi teknis. Sedangkan kemiskinan di Kota Jayapura dan sekitarnya lebih dipengaruhi oleh luas lahan yang diusahakan. Hasil tersebut menyiratkan bahwa intervensi pengentasan kemiskinan seharusnya berbeda untuk wilayah yang berbeda.
Kemungkinan kemiskinan di Papua dipengaruhi oleh kemiskinan di wilayah sekitarnya. Oleh karena itu, penelitian yang mengkombinasikan spatial dependence dan spatial heterogeneity dengan menggunakan model GWR sangat disarankan.
Program of pro-poor growth has not been effective to reduce poverty in Papua because the government does not have complete information about the spatial variation of poverty-influencing factors. Therefore, this study will analyze the spatial variation of poverty-influencing factors (spatial heterogeneity) using GWR model. Poverty predicted using livelihood-influencing factors (Scoones, 1998 and Kam et al., 2005). The unit of observation is subdistrict level and the data used is a cross-sectional data (Podes 2008, PPLS 2008, and Mapping 2010). Goodness of fit tests conclude that GWR model is better than OLS model to explain the influencing factors of poverty in Papua. Result shows that influence of the level of education, health workers, and topography of area on poverty are almost the same in all regions. While the influence of the cultivated land area, use of technical irrigation, source of drinking water, and the electrical infrastructure vary spatially. The result of multivariate K-means clustering shows that subdistricts are spatially clustered by regional characteristics (geographic conditions). Poverty in southern Papua (Merauke regency and surrounding area) is more influenced by the availability of clean water and electricity than other regions. Poverty in the archipelago, Nabire, and surrounding areas are more influenced by the availability of health workers, educational level, and use of technical irrigation than other regions. While poverty in Jayapura and the surrounding area is more affected by cultivated land area than other regions. These results imply that poverty alleviation interventions should be different for different areas. Poverty in Papua maybe affected by poverty in the surrounding regions. Therefore, research that combines spatial dependence and spatial heterogeneity using GWR model is strongly recommended.