ABSTRAKNU merupakan organisasi yang dalam perjalannnya selalu dirundung konflik. Muktamar, sebagai forum permusyawaratan tertinggi, menjadi arena konflik dan pertarungan kepentingan para elite NU. Dalam konteks ini Muktamar ke-32 NU di Makassar juga menjadi ajang pergulatan berbagai kepentingan, baik kepentingan elite NU, maupun kepentingan partai politik, politisi dan penguasa. Penelitian ini memfokuskan pada 3 (tiga) pertanyaan penelitian: (1) Dinamika dan konfigurasi politik di arena Muktamar; (2) faktor-faktor konflik dan kontestasi politik pada Muktamar; dan (3) implikasi konflik politik yang terjadi pada Muktamar Makassar.
Penelitian ini dilakukan dengan model kualitatif. Dalam penelitian ini data-data primer berupa data lapangan digali menggunakan metode observasi. Sedangkan data penuturan pelaku dan kesaksian pengamat dikumpulkan melalui wawancara. Adapun sumber data berupa dokumen dilakukan riset dokumentasi. Untuk data-data sekunder dilakukan library research terhadap buku literatur yang relevan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kritis melalui tahapan: penyederhanaan, penyajian, dan verifikasi data. Sebagai pisau analisis, digunakan beberapa teori, yaitu teori patron-klien, teori elite, teori konflik politik, teori fragmentasi, dan teori rational choice.
Melalui analisis tersebut penelitian ini sampai pada beberapa temuan penting. Pertama, Muktamar Makassar diwarnai dengan dinamika perilaku elite NU dan pergeseran nilai yang serius dalam bentuk: (1) terjadi perebutan jabatan Rais Aam PBNU; (2) kontestasi memperebutkan jabatan Ketua Umum PBNU terjadi sangat terbuka; dan (3) adanya praktik money politis. Muktamar Makassar juga mencatat kontestasi kepentingan politik yang cukup keras. Hal ini dapat dilihat dari adanya polarisasi kepentingan elite NU yang kompleks ke dalam berbagai faksi di mana semua faksi mengusung khittah namun sekaligus menjadi tunggangan politik. Di samping itu intervensi penguasa juga membuat eskalasi konflik semakin keras.
Kedua, fenomena pergulatan politik yang terjadi dalam Muktamar Makassar terjadi karena beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal terdiri dari perbedaan nilai, persaingan kepentingan, dan pemaknaan kepentingan umum, yaitu tafsir terhadap Khittah NU. Sementara itu faktor eksternal adalah adanya kepentingan partai politik, kepentingan para elite politik persolan, dan kepentingan penguasa. Ketiga, konflik elite dan pergulatan kepentingan politik pada Muktamar berdampak pada terjadinya: (1) konflik kepengurusan PBNU masa khidmat 2010-2015; (2) fragmentasi elite NU pasca-Muktamar; dan (3) disorientasi gerakan NU.[]
ABSTRACTNU is an organization that has always dogged by conflict. Congress, as the highest deliberative forums, become an conflict arena and interests fight of the elite in NU. In this context, the 32nd NU?s Congress in Makassar also be a melee range of interests, both NU elite interests, or the interests of political parties, politicians and regim of goverment. This study focuses on three (3) research questions: (1) dynamics and the political configuration in the arena of Congress, (2) the factors of conflict and political contestation in Congress, and (3) the implications of the political conflict that occurred in Makassar Congress.
This research was conducted by qualitative model. In this research, the primary data in the form of field data extracted using by the observation method. While, the data of doer perpetrator and observer witness collected through interviews. Related on the data sources in form of documents obtained by documentation research. For secondary data conducted library research of the relevant book literature. The data obtained than analyzed critically through phases: simplification, presentation, and data verification. As the ?tool?of analysis, used to some theories such as patron-client theory, elite theory, political conflict theory, fragmentation theory, and of rational choice theory.
Through the analysis of this study up on some important result. First, Makassar Congress stained by dynamics of NU elite behavior and serious shift in the value of the form: (1) the struggle for Rais Aam PBNU position, (2) the contestation of the candidate of General Chairman of the PBNU happen very open, and (3) the practice of money politic. Makassar Congress also noted that political contestation hard enough. It can be seen from the complex polarization of NU elite interests into various factions In addition, the intervention of the regim of goverment also makes the conflict escalation harder.
Second, the phenomenon of the political struggles that occur in Makassar Congress occurs due to several factors, both internal and external. Internal factors consist of differences in values, competing interests, and the meaning of public interest, namely the interpretation of Khittah NU. Meanwhile, the external factor is the presence of political party interests, the interests of the political personal elite, and the interests of the goverment. Third, elite conflicts and political struggles in Congress have an impact on the occurrence of: (1) conflict on formation of personel board of PBNU period 2010-2015, (2) NU elite fragmentation of post-Congress, and (3) disorientation of NU movement.[]