Rezim militer SLORC/SPDC di Myanmar merupakan salah satu rezim otoritarian terkuat dan terlama di dunia. Setelah bubarnya Uni Soviet dan runtuhnya Tembok Berlin di awal dekade 90, banyak negara-negara otoritarian berbondong-bondong menjadi negara demokrasi. Menariknya, rezim militer ini mampu mempertahankan kekuasaan dari arus deras gelombang demokratisasi. Skripsi ini mencoba menganalisis faktor-faktor yang mendukung kekuasaan rezim militer SLORC/SPDC dari tahun 1988-2010. Dalam temuan penelitian, penulis melihat ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kekuasaan rezim militer ini. Faktor internal, yakni kepentingan ekonomi dan bisnis rezim militer SLORC/SPDC dan kontrol politik ketat yang dilakukan oleh rezim militer SLORC/SPDC. Sementara itu faktor eksternal, yakni lemahnya desakan ASEAN dan dukungan pemerintah China terhadap rezim militer SLORC/SPDC.
The military regime SLORC/SPDC in Myanmar is one of the strongest and longest military regime in the world. After dissolution of the Soviet Union and collapse of the Berlin Wall in the early decades of 90, many authoritarian countries move into democracy massively. Interestingly, this military regime was able to maintan the power of the rapids wave of democratization. This thesis tries to analyze the factors that support the power of the military regime SLORC/SPDC from the year 1988 until 2010. The author finds internal and external factors that affect the power of the military regime. Internal factors are bussiness and economy interest and tight political control of military regime SLORC/SPDC. Meanwhile, the external factors are the weak of ASEAN pressure and support from China government for the military regime SLORC/SPDC.