Indonesia merupakan kepulauan dengan jutaan nelayan, namun belum banyak penelitian mengenai penyakit dekompresi (PD). Tujuan penelitian ialah mengidentifikasi prevalensi dan beberapa faktor dominan yang berkaitan dengan kenaikan risiko PD setelah penyelaman. Penelitian dilakukan antara Oktober ? November 2007 pada seluruh nelayan peselam Moroami di Kepulauan Seribu Jakarta. Anamnesis dan pemeriksaan dilakuan sebelum dan tiga kali setelah menyelam. Subjek menderita PD jika mengalami salah satu gejala: nyeri sendi, nyeri otot, atau gatal-gatal, lemah tungkai, gangguan buang air besar (obstipasi, melena, diare) atau kecil, pendengaran, penglihayan, sakit kepala, vertigo, sesak napas, nyeri dada, kejang, pingsan, mual, muntah (biasa atau darah). Dari 123 subjek yang potensial, 5 subjek sedang menderita penyakit pernafasan atas, sehingga sebanyak 117 berpartispasi dalam penelitian ini. Sebanyak 62 orang (53%) menderita PD. Model akhir menunjukkan bahwa mouthpice, valsava bila telinga sakit, peselam perlu kursus menyelam untuk menghindari kecelakaan, dan kecepatan naik merupakan faktor-faktor dominan yang berkaitan dengan PD. Kecepatan naik merupakan faktor risiko yang tertinggi. Peselam yang naik 18 meter per menit atau lebih dibandingkan dengan yang naik kurang dari 18 m per menit mempunyai risiko dua kali lipat menderita PD [risiko relatif suaian (RRa) = 2.2; 95% interval kepercayaan (CI) = 1,11 ? 3,56]. Di samping itu peselam yang menderita dibandingkan dengan yang tidak PD sebelum menyelam mempunyai risiko 20% lebih banyak (95% CI = 0,86-1,68; p = 0,285). Di samping penggunaan mouthpice yang baik, cara valsava yang benar, para nelayan tradisional terutama perlu diberikan latihan supaya naik ke permukaan laut kurang dari 18 m per menit untuk mengururangi risiko PD.
AbstractIndonesia is an archipelago with many traditional divers, however research on decompression sickness (DCS) has not yet elaborated. The aim of the study was to identify the prevalence of DCS and factors related to it. The study was conducted on October-November 2007 among fisherman moroami divers in Seribu Island Jakarta. Anamnesis and physical examination was taken before and three times after diving. Subject was diagnosed as having DCS if experienced one of these symptom or sign: myalgia, muscle pain, skin rash, ankle weakness, bowel movement & bladder dysfunction, visual disturbances, headache, vertigo, dyspnoe, chest pain, convulsion, unconsciousness, nausea and vomiting. Among 123 potential divers, five were having upper respiratory infection, so only 117 divers participated in this study. Final model analysis showed that regulator, valsava when having ear pain, ascending speed to surface, and lack of training were risk factors to obtain DCS. Divers whose ascending speed more than 9 m per minutes had two times risk to get DCS [adjusted ratio = 2.2; 95% confidence interval (CI)= 1.11 ? 3.56]. Having DCS before diving, increased risk 20% (RRa = 1.20; 95% CI = 0.86-1.68; P=0,285). Beside knowledge to use regulator correctly and valsava, fisherman Moroami divers need to be trained to ascend speed to sea level surface less than 9 m per minute.