Hak Kekayaan Inteklektual (HKI) merupakan suatu istilah yang semakin terasa keberadaannya di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Keberadaan HKI semakin dirasakan semakin penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. HKI secara esensial berbicara mengenai hak atas kekayaan yang lahir dari kemampuan intelektual manusia. Dalam Undang-undang di bidang HKI diamanatkan perlunya dibentuk konsultan HKI yang kemudian diterbitkanlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 tahun 2005 tentang konsultan HKI sebagai pengaturan terhadap Konsultan HKI. Keberadaan konsultan HKI dimaksudkan guna mewakili masyarakat khususnya pemohon seperti: pencipta, inventor, pendesain, pemegang hak atau pihak lain yang memperoleh hak untuk mengajukan pendaftaran di bidang HKI yang masing-masing memiliki karakteristik dan prosedur yang berlainan untuk mendapatkan perlindungan hukum atas haknya tersebut. Keberadaan Konsultan HKI diharapkan dapat meningkatkan permohonan pendaftaran HKI dalam negeri, namun kenyataan yang terjadi adalah keberadaan Konsultan HKI belum dapat meningkatkan jumlah permohonan di bidang HKI khususnya permohonan HKI yang berasal dari dalam negeri. Variabel yang digunakan dalam melakukan evaluasi terhadap implementasi PP No. 2 tahun 2005 tentang Konsultan HKI pada penelitian ini adalah implementasi kebijakan, komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh George C. Edwards III sebagai mekanisme menjawab permasalahan penelitian dan melibatkan pendapat masyarakat dan Konsultan HKI, penulis meneliti evaluasi implementasi PP No.2 tahun 2005 tentang Konsultan HKI. Hasil penelitian secara umum, diketahui bahwa pelaksanaan hak dan kewajiban Konsultan HKI sesuai dalam PP No. 2 tahun 2005 tentang Konsultan HKI belum terlaksana dengan optimal. Hal ini dapat terlihat dari masih kurangnya sosialisasi HKI yang seharusnya dilakukan oleh Konsultan HKI, akibatnya keberadaan Konsultan HKI belum banyak diketahui oleh masyarakat.

---

Intellectual property rights (IPR) is a term that becoming more exist in Indonesia this past decade. The presence of IPR is becoming more important in the development of Indonesian economy. In essence, IPR is concerning a private right as a result of human creativity. IPR regulation mentioned about the necessity of the establishment of IP Consultant, and the Indonesian government responded with the enactment of Goverrunent Regulation number 2 year 2005 regarding IP Consultant.

The presence of IP Consultant was intended to represent the people especially IPR applicants such as creator, inventor, designer, right hoider or other party that have the right as IPR applicants, which each IPR have different characteristics and procedures to obtain legal protection for its right. The presence of IP Consultant was expected could increase domestic IPR applications, but in reality the presence of IP Consultant still couldn?t improve domestic IPR applications.

Variables that used in the implementation evaluation of Government Regulation number 2 year 2005 regarding IP Consultant are policy implementation, communication, resources, disposition and beaucracy structure. Using the theory of George C. Edwards III as a mechanism to answer the problems and involving opinion from the community and IP Consultant, the writer review the evaluation implementation of Government Regulation number 2 year 2005 regarding IP Consultant.

In general, the research showed that the implementation of the rights and obligations of IP consultant have not fully implemented. This condition could be seen from the lack of IP socialization done by IP Consultant, consequently the presence of IP Consultant is still unknown by the people.