Di Propinsi Sumatera Selatan mempunyaj beberapa Kabupaten yang merupakan endemis diare. Demikian juga halnya Kabupaten Ogan Komering Ilir diare masih merupakan permasalahan kronis. Peran serta masyarakat mempunya andil yang besar dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan diare, khususnya dalam kegiatan pencegahan teijadinya sakit dan tindakan pengobatan terhadap balita diare. Hal ini menjadi sangat pcnting karena kegiatan tersebut diatas sangat bertumpu pada perilaku masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas, dokter, bidan, perawat/mantri) di daerah endemis pcnyakit ini merupakan sarana yang tepat unmk menangani masalah penyakit. Namun pada kenyataannya pemanfaatannya oleh masyarakat kumng maksirnal.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku pencarian pengobatan balita diare, dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi kerentanan, biaya transportasi, jarak, biaya berobat, anjuran tokoh masyarakat, kcramahan petugas kesehatan. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Populasi adalah ibu balita yang mempunyai balita diare dalam 1 bulan terakhir, sedangkan sampel diambil secara acak dari populasi yang telah ada (simple random) yang dilakukan pada bulan mei di Kecamatan Sirah Pulau Padang pada 6 desa yang terpilih. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dangan wawancara Iangslmg. Data selanjutnya diolah secara statistik dengan analisis Chi Square dan Multiple Regression Logistic.
Dari 9 variabel yang dianalisis yaitu pendidikan, pengetahuan, persepsi kerentanan, sikap, biaya transportasi, jarak, biaya berobat, anjurau tokoh masyarakat, dan keramahan petugas kesehatan. Maka didapat 5 variabel yang ada hubungan bermakna dengan perilaku ibu dalam pencarian pengobatan balita diare, yaitu : variabel pengetahuan, variabel sikap, vaiiabel biaya transportasi, variabel biaya berobat, variabel anjuran tokoh masyarakat. Dari analisis multivariat dengan menggunakan uji logistik Regression terhadap 6 variabel yang masuk sebagai kandidat model yaitu pengetahuan, sikap, biaya transportasi, biaya berobat, anjuran tokoh masyarakat, keramahan petugas kesehatan. Terdapat liga variabel yang berhubungan yaitu variabel pengetahuan, variabel sikap dan variabel anjuran tokoh masyarakat. lbu yang berpengtahuan baik berpeluang 2,385 kali mencari pengobatan balita diarc ke fasilitas kesehatan ke fasilitas kesehatan dibandingkan yang berpcngetahuan kurang., ibu yang mernpunya sikap positif berpeluang 2,500 kali membawa balita diare berobat ke fasilitas kesehatan dibandingkan yang mempunya sikap negatiil Dan ibu yang mendapat anjuran tokoh masyarakat berpeluang 4,172 kzli membawa baiita diare ke fasilitas keschatan dibandingkan dengan yang tidak ada anjuran tokoh masyarakat, yang merupakan veriabcl yang paling besar pengaruh dalam pexilaku pcncarian pengobatn pada penelitian ini.
Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan melalui petugas kesehatan yang berperan di pedesaan perlu menjalin hubungan dan keuja sama lebih harmonis dengan sektor-sektor terkait dan tokoh masyarakat agar mendapat dukungan dalam keberhasilan suatu program kesehatan khususnya program diare. Adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyamkat terutama tokoh masyamkat melalui pelatihan, penyuluhan dengan pengembangan materi dan penggunaan media.
Anemia is defined as a hemoglobin level lower than nomtal for the group of population. Prevalence of anemia among pregnant women basedon SKRT 1995 was 50.9% at national level anad in Kuningan Disnict the prevalence was 62.5% in 2005. One effort to prevent and to overcome anemia among pregnant women is by providing iron-folate supplementation and multivitamin-mineral supplementation. This study aimed at comparing the effect of iron-folate supplementation and multivitamin-mineral supplementation on hemoglobin level of pregnant women in Kuningan Di strict in the year 2006. This study used experiment with randomization design, implemented in anemic pregnant mothers wim gestational age of sewnd {week i6-week 24) in Kuningan District. Subjects were 138 pregnant women divided into two groups: 70 women received iron-folate supplementation and 68 women received multivitamin-mineral supplementation. Primary data were collected through interview and measurement- Data were tested using paired t-test and independent two means t~test. The study results show that proportion of anemia among pregnant women (trimester Il) in Kuningan District is still high (59.57%). Characteristics of pregnant women (age, parity, birth space, education, occupation, food intake, food pattem, and nutrition status) of the two groups were homogenous. There were signihcant differences of hemoglobin level beibre and after supplementation for both groups. Although no signihcant difference in the hemoglobin increase between two groups of supplementation, there was a a tendmcy that iron-folate group had a higher hemoglobin increase than multivitamin-mineral supplementation. Higher increase was found among mothers with lower hemoglobin level before supplementation. This study concludes that there were significant tiilferences of hemoglobin level before and ailer supplementation for both groups. Although no significant difference in the hemoglobin increase between two groups of supplementation, there was a a tendency that iron-folate group had a higher hemoglobin increase than multivitamin-mineral supplementation. Higher increase was found among mothers with lower hemoglobin level before supplementation due to higher iron absorption. It is suggested to overcome anemia among pregnant women by provision of iron-folate or multivitamin-mineral supplemcntations with consideration on oest-eifectiveness and regularity of supplement consumption. Multivitamin-mineral supplementation users should consider the iron content as to comply with Wl-IO standard (60 mg of iron) and other vitamins to incrmse hemoglobin level during pregnancy, to reduce negative efieet, and to conduct extension and education about iron rich foods.