Studi ini menelaah fungsi reproduksi perempuan dalam konteks budaya dan kesehatan tradisional, terutama proses reproduksi yang dibantu oleh dukun beranak di Kecamatan Ujungberung. Pendelcatan kualitatif dengan perspektif feminis digunakan untuk menganalisis permasalahan penelitian ini. Saya menelaah sepuluh informan utama (ibu nifas) dan tujuh orang informan pendukung (dukun beranak) dengan meton wawancara mendalam.
Hasil panelitian menunjukkan:
Pertama, persepsi ibu clan dukun beranak tentang kehamilan sehat dan persalinan aman pada umumnya adalah sama, yakni bahwa kehamilan merupakan kodrat percmpuan dan kchamilan sorta persalinan dipandang sehat dan aman jika tidak berisiko bagi ibu.
Kedua, lemahnya kondisi ekonomi, kebiasaan orang tua, kasulitan transportasi, kenyamanan psikologis dan agama mendorong perempuan bersalin dan telah bersalin di daerah itu untuk mernilih proses prsalinan dan perawatan pascasalin dengan dukun beranak. Secara fisik sebagian besar informan yang ditangani oleh tenaga medis mengalami tindakan medis tanpa persetujuan terlebih dahulu. Secara psikis, para informan merasa bahwa hubnngan interpersonal dengan dukun beranak sangat baik.
Ketiga, dukun beranak tidak hanya memberikan pertolongan pada saat kehamilan atau persalinan saja, namun juga pada masa pascasalin.
Para dukun beranak masih memegang budaya Sunda yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan berupa ritual pada setiap tahap perkembangan kehamilan. Salah satu refleksi teoretis dari temuan saya adalah kesadaran informan atas hak reproduksinya masih kurang, disebabkan oleh sistem patriarki yang tercermin dalam istilah Awewe mah dulang rinande [perempuan harus selalu patuh], adanya kelas sosial ekonomis dan adanya diskriminasi hak antara perempuan dan laki-laki dalam kesehatan reproduksi. Maka dari itu, pemberdayaan perempuan rnengenai hak reproduksi dan kesetaraan gender merupakan kebutuhan mendesak yang harus segera direalisasikan. Dukun beranak dan tenaga medis diharapkan dapat bersinergi rnelalui komunikasi efektif untuk mengubah kondisi kesehatan perempuan ke arah yang lebih baik.
The research discusses women's reproductive functions in the context of culture and traditional health, particularly reproductive process assisted by TBAs in Ujung Berung District Bandung. Qualitative approach in feminist perspective is used to analyze the cases. l analyzed ten primary informers (post-partum women) and seven secondary informers (TBAS) employing deep interview method.
The results of the study indicate that:
First, the perception of mothers and the TBA's in healthy pregnancy and safe delivery is similar, namely that pregnancy is a destiny for women and that healthy pregnancy and safe delivery are the ones that bring no risks for both the mother and the baby.
Second, low income condition, parental guidance, and psychological comfort make women prefer to ask for TBA's assistance. Physically, most informiers handled by medical staff experience medical agreement without prior agreement from the informers. Psychologically, informers feel that the interpersonal relations among informers with TBA is very well.
Third, TBA not only the TBA's assist with personal care in pregnancy, delivery and especially post natal attendance.
TBA is following traditional rituals during the stages of pregnancy, on delivery and in post natal progress. One of the theoretical reflections from my finding is that the informers' awareness of reproductive rights is still very low, which I assume to have been caused by patriarchal system reflected in what the Sundanese say as "Awewe mah dulang tinarrde" [which literarlly means women are supposed to be submissive], the existence of social economy class, and there is a discrimination between women's and men's reproductive rights, and women occupy a subordinated position. Therefore, women empowerment over reproductive rights and equality is a demand which needs to be realized immediately. TBA and medical assistance are expected to be in synergy through effective communication to better women's healthy condition.