Pertumbuhan kredit sangat terkait dengan stabilitas perekonomian negara. Kinerja variabel makroekonomi yang terdiri dari PDB, suku bunga SBI, tingkat inflasi, jumlah uang beredar, nilai tukar rupiah terhadap dolar, dan harga minyak relatif cukup baik menjaga stabilitas perekonomian Indonesia. Namun demikian, keadaan tersebut dianggap belum maksimal mendorong pertumbuhan kredit perbankan nasional yang diharapkan mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Karena itu, pengetahuan mengenai pengaruh variabel makroekonomi terhadap pertumbuhan kredit perlu dipahami dan diketahui untuk antisipasi kebijakan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan kredit di masa yang akan datang. Pengaruh variabel makroekonomi terhadap pertumbuhan kredit dalam penelitian ini dilakukan secara simultan dan parsial dengan menggunakan analisis statistik regresi berganda dengan mempertimbangkan periode waktu dari tahun 2002-2009.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel makroekonomi memberi pengaruh terhadap pertumbuhan kredit perbankan. Namun secara parsial hanya pertumbuhan PDB dan harga minyak yang signifikan memengaruhi pertumbuhan kredit. Tidak berpengaruhnya empat variabel makroekonomi lainnya menyebabkan pengaruh pertumbuhan PDB terhadap permintaan kredit kurang maksimal. Upaya untuk memaksimalkan pertumbuhan kredit perbankan, perlu mendapat dukungan sektor perbankan dan pemerintah melalui kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan moneter melalui penurunan BI rate belum mampu membuat perbankan menurunkan suku bunga simpanan dan pinjamannya. Dibutuhkan koordinasi antara BI dan perbankan dalam penurunan suku bunga bank dan menghindari segala bentuk kebijakan yang bersifat kontradiktif. Kebijakan fiskal perlu dikomplemen dengan minimisasi risiko dunia usaha sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap kredit. Pertumbuhan ekonomi berkualitas dapat dilakukan melalui pemerataan pembangunan khususnya di luar Jawa dengan memberikan fokus pada sektor riil tradable yang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi saat krisis finansial global 2008-2009 sehingga kredit dapat dimaksimalkan pertumbuhannya di sektor tersebut.
The growth on credit loan is closely related to the stability of the country's economy. The performance of macroeconomic variables of GDP, the SBI rate, inflation, money supply, exchange rate of rupiah against US dollar, and oil prices is appropriate enough to maintain the stability of Indonesian economy. However, this situation does not encourage national bank credit growth that expected to create the quality of economic growth. Therefore, knowledge about the effect of macroeconomic variables on the growth of credit needs to be understood in order to generate the policies to increase loan growth in the future. The impact of macroeconomic variables on credit growth in this study was conducted simultaneously and partially using multiple regression analysis by considering the time frame of 2002 to 2009.The results of this study indicated that macroeconomic variables influence on the growth of bank credit simultaneously. However, partially only GDP growth and oil prices were significantly influence credit growth. Due to non-significantly impact of the rest of macroeconomic variables, the impact of GDP growth on credit loan was not maximally. Efforts to maximize the growth of credit need the support from banking sector and the government through the implementation of monetary and fiscal policy. Monetary policy through a reduction in BI rate was not able to reduce the banks interest rates for loan and saving. The coordination between the Central Bank and the general bank is necessary to lower interest rates and to avoid any kind of contradictory policies. The fiscal policy need to be complemented with the policies to minimize the business risk in order to speed up the demand of credit. The quality of economic growth (growth with equity) can be generated through spatial equity development especially outside of Java by focusing on tradable-real sector development which receives substantial impact during the global economic crisis of 2008-2009.