ABSTRAKPositive Deviance (PD) atau penyimpangan positif adalah salah satu inisiatif
program gizi bagi balita yang bcrbasis pada partisipasi masyarakat.
Di Indonesia, pada tahun 2004 tercatat 11 propinsi tclah melaksanakan pendekatan
PD. Ncgara-negara yang telah berhasil menyelesaikan masalah anak-anak malnutzisi
diantaranya adalah Vietnam, Haiti, Guinea, Bangladesh dan Nepal (PD dan Hearth
USAID, 2004). Di Indonesia, informasi yang telah dipublikasikan di antaranya yaitu
Kelurahan Palrneriam Jakarta Timur (Anisah, 2005), Kanagarian Guguak Serai
Sumatera Bafat (Ulfah, 2006), Proyek BP-Tangguh Papua (Nuhamara, 2006) dan
Kelurahan Mulya Harja Bogor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mcndalam tentang
partisipasi masyarakat sejak berdiri sampai terlaksananya kegiatan pos gizi serta upaya
mempertahankan keberhasilan pencapaian pos gizi untuk menekan prevalensi gizi bumk
dan gizi kurang pada balita.
Penelitian ini menggunakan desain Icualitatif dengan metode wawancara mendalam
dan FGD. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Mulya Haija selama Juni 2007. Sumber
informasi diperoleh dari 38 informan (5 kelompok FGD, 26 informan; 8 WM, 12
informan) dari LSM, dinkes, kelurahan, puskesmas induk, puskesmas pembantu, tokoh
masyarakat, kader posyandu dan orang tua balita.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa partisipasi rnasyarakat sudah terbentuk
dengan keterlibatan unsur-unsur masyarakat, yaitu memenuhi kriteria tingkatan fungsional. Kegiatan untuk menumbuhkan panisipasi tersebut' adalah melalui pelatihan,
sosialisasi program, pertemuan masyarakat, pendekalan personal dan pemberian insentif
bagi kader. Pihak-pihak yang bcrperan paling dominan dalam mendorong tumbuhnya
partisipasi masyarakat adalah ketua RW, ketua RT dan kader.
Faktor pcnghambat partisipasi adalah kondisi ekonomi, pengclolan keuangan
keluarga dan pendidikan masyarakat, tidak adanya pengalaman masa lalu
penanggulangan masalah gizi balita, luntumya budaya gotong royong di masyarakat
(salah satunya karcna ketergantungan pada bantuan pemerintah untuk masyarakat
miskin) serta kurangnya dukungan aparat kesehatan setempat. Faktor pendukungnya
adalah pengaruh besar tokoh masyarakat yaitu ketua RW dan RT serta kader posyandu.
Belum terlihat adanya sistern kemitraan yang dibangun atas dasar pembagian peran
untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Dari pcnclitian ini disarankan LSM mendapatkan upaya pendampingan yang
efektif untuk menumbuhkan kemandirian melalui partisipasi masyarakat. Selain itu,
LSM sebaiknya dapat menjadi lebih dari sekedar membuat model dari program
penanggulangan gizi, melainkan menjadi mitra pemerintah atau disebut sebagai service
base NGO. Sementara aparat pemerintah dapat lebih optimal mendorong Iahirnya
partisipasi masyarakat, dan donor dapat menjadikan partisipasi masyarakat sebagai
indikator keberhasilan program.
ABSTRACTPositive Deviance (PD) is one of the inisiative of nutrition community base
program intervention for children under 5 (U5).
In Indonesia, ll provinces has conducted PD in year 2004. While countries which
have children malnutrition problem also use this approach. They are Vietnam, Haiti,
Guinea, Bangladesh dan Nepal (PD dan Hearth USAID, 2004). Areas covered by PD in
Indonesia (published data) are Village of Palmeriam Jakarta Timur (Anisah, 2005),
Village of Guguak Serai Sumatera Barat (Ulfah, 2006), Village of Proyek BP-Tangguh
Papua (Nuhamara, 2006) and Village of Mulya Hanja Bogor.
The objective of this research is to identify deeply community participation in PD-
hearth implementation from the very beginning stage to implementation of hearth in
order to solve children malnutrition problem. Besides, partnertship and the role of each
government institutions involved to encourage community participation were also part
of the objectives.
This qualitative research using indepth interview and FGD was conducted during
June 2007 in Village of Mulya Harja..Tl`otal informant involved was 38 people (5 groups
of FGD, 26 people; 8 indepth interview, I2 people) hom NGO, city health office,
village office, community health in village and sub district level, community leaders,
local volunteers (kader) and parents of children US.
This research was succesfully investigated that community participation existed,
approved by the involvement of community members and categorized as functional level
of participation. The activities to encourage participation were programme socialization, community meetings, trainings, personal approaches and incentive for kader. Local
informal leaders (head of RT/RW and kader) were dominantly stimulated community
participation. Some obstacles of community participation were economic condition,
household financial management, education, no experiment of participation and declined
tradition of partnership within community members, as well lack of partnership among
all competent govemment institutions.
This research suggested NGO to conduct more effective facilitation too develop
independence through community participation. Besides, it is better for NGO to play
more than just creating model for government, furthermore NGO can act as a service
base NGO due some govemment?s limitations investigated. In addition, funding agency
(in this case, government/Dinkes is the source of funding) would consider community
participation as one principle of programme.