Kematian merupakan hal yang pasti akan terjadi pada semua manusia Walaupun demikian, kematian tetap tinggal sebagai suatu misteri karena manusia tidak pernah tahu kapan, dimana, bagaimana kematiannya akan terjadi serta apa yang akan terjadi setelah kematiannya. Sifat kematian sebagai misteri yang tak terelakkan ini menimbulkan perasaan ketakutan atau kecemasan pada diri manusia. Konstruk inilah yang dikenal dengan death anxiety atau fear of death, dimana penggunaan istilah ketakutan maupun kecemasan dapat saling menggantikan dalam topik tentang kematian (Rahim dkk, 2003). Peneiitian mengenai death anxiety umumnya diarahkan untuk menghasilkan alat ukur, misalnya Tempier's Death Anxiety Scale, Threat Index dan Bugen's Death. Shale (Mooney dalam Rahim dkk 2003). Di Indonesia sendiri alat ukur death unxiety dikembangkan oleh Sihombing dengan dasar teori dari Florian & Kravetz (Sihombing, 2002), yaitu Skala Ketakutan Akan Kematian. Alat yang kedua dikembangkan oleh Rahim dkk (2003) dengan dasar teori Florian & Kraveiz (Sihombing, 2002) serta Kastenbaum & Aisenberg (1976), yaitu Skala Ketakutan Terhadap Kematian Diri Sendiri. Skala ini terdiri dari empat dimensi death anxiety, yaitu Dying (ketakutan akan proses menghadapi kematian), Ajterlife (ketakutan akan apa yang terjadi setelah kemntian), Extinction (ketakutan akan kehilangan eksistensi diri, materi dan identitas sosial akibat kematian) serta Interpersonal Consequnces (ketakutan akan konsekuensi kematian diri sendiri terhadap orang-orang dekat).
Skala ini menggunakan bentuk skala sikap 2 poin, yaitu setuju/tidak setuju. Pada pengujian reliabilitas dan validitas skala ini, didapat hasil yang cukup baik Reliabilitas total alat ini adalah 0,87- Sedangkan reliabilitas masing-masing dimensi berkisar antara 0,61 sampai 0,83. Sampel yang digunakan berjumlah 38 orang, terdiri dari orang dewasa berusia 40-65 tahun yang beragama Islam, Katolik dan Kristen. A Namun alat ukur ini masih memiliki beberapa kekurangan. Bentuk item setuju/tidak setuju kurang mampu mendiskriminasi derajat ketakutan subyek, bahasa dalam kalimat pernyataan beberapa item cenderung ambigu, serta indikator perilaku dalam dimensi Alterlfe dan Extinction yang masih tumpang tindih. Kekurangan-kekurangan ini mengakibatkan sebanyak I2 item dalam skala ini harus direvisi karena tidak valid.
Penelitian ini bertujuan untuk merevisi Skala Ketakutan terhadap Kemaiian Diri Sendiri dari Rahim dkk (2003), Revisi ini terdiri dari revisi indikator perilaku dari dimensi Afterlife dan Extinction, revisi bentuk item menjadi skala Likert 6 poin, revisi atas kalimat pemyataan item termasuk menambah jumlah item negatif serta revisi alas sampel penelitian ini. Sampei penelitian ini menjadi 80 orang. Dari kelompok usia dewasa awal yang berkisar 20 sampai 40 tahun sebanyak 40 orang. Dari kelompok dewasa madya yang berkisar 40-65 tahun juga sebesar 40 orang. Sampel penelitian berasal dari agama Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha
Dari hasil analisis data ternyata diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara derajat ketakutan pada kelompok usiadewasa awal dan dewasa madya. Hasil ini tidak mendukung teori yang menyatakan bahwa kelompok usia dewasa madya merupakan kelompok dengan derajat ketakutan terhadap kematian yang paling tinggi (Papalia dkk, 1998). Implikasi dan hasil analisis data ini adalah bahwa kelompok usia dewasa awal dan dewasa madya dapat diperlakukan sebagai kelompok norma yang sama. Pengujian reliabilitas dengan menggunakan metode koefisien alpha menghasilkan koeflsien sebesar 0,92- Koeflsien reliabilitas sebesar ini menunjukkan bahwa skala revisi memiliki konsistensi yang baik (Anastasi & Urbina, 1997). Sedangkan korelasi antara item dengan dimensi mendapatkan adanya 2 item yang tidak: valid, yaitu item 4 dan item 17. Hal ini tampaknya disebabkan bahasa kalimat pernyataan yang susah dipahami. Item 4 menggunakan kalimat negasi ganda sedangkan item 17 mengandung kata kata yang ambigu Korelasi dimetsi dengan skor total juga menunjukkan hasil yang baik dimana semua dimensi berkordinasi secara signifikan pada level 0,01 dengan skor total. Hal ini berarti semua dimensi valid untuk memprediksi skor total subyek. Penghitungan norma dengan standard score menghasilkan tabel norma yang mencakup kelompok usia dewasa awal dan dewasa madya. Yang perlu dicermati dalam penelitian ini adalah bahwa subyek penelitian cenderung menghasilkan skor yang rendah pada dimensi Extinction. Sedangkan dimensi Afterlife memiliki standar deviasi yang paling besar. Tampaknya pada kelompok usia dewasa awal dan dewasa madya di Indonesia, ketakutan akan hilangnya eksistensi diri akibat kematian tidak terlalu berpengaruh. Sedangkan ketakutan akan apa yang terjiadi setelah kematian (kehidupan setelah mati) tampaknya dipengaruhi pandangan religiusitas subyek, dimana ada subyek yang sangat takut dan ada subyek yang tidak takut.
Dari penclitian ini juga muncul indikator perilaku khas budaya yang tampaknya belum tercakup dalam teori Kastenbaum & Aisenberg (1976) serta Florian & Kravetz (Sihombing, 2002). lndikator perilaku ini adalah ketakutan akan sendirian dalam menghadapl proses kematian (loneliness). Indikator ini dapat menjadi sumbangan pada dlmensi Dying pada pengembanan lebih lanjut dari Skala Ketakutan terhadap Kematian Diri Sendiri.