Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku anak dalam belajar adalah faktor situasional, dalam hal ini adalah faktor kelas, di mana anak menghabiskan sebagian besar waktu belajar di sekolah di dalam kelas. Sayangnya kondisi pembelajaran di sekolah di Indonesia belum sampai pada tingkat menjadikan anak menyukai belajar. Beban kurikulum yang sarat dengan mata pelajaran, iklim belajar yang kompetitif merupakan kondisi yang dapat mempengaruhi tujuan anak dalam belajar di mana anak akan berorientasi pada nilai, atau hal ekstnnsik lainnya.
Tujuan yang mendasari seseorang dalam belajar dalam teori motivasi disebut goal orientation (orientasi tujuan) Meece, Blumenfeld 8: Hoyle (1988) mengemukakan bahwa orientasi tujuan merupakan seperangkat intensi berperilaku yang menentukan bagaimana siswa mendekati dan melibatkan diri dalam aktivitas belar. Secara umum, ada dua jenis orientasi tujuan, yaitu orientasi masrery dan performance. Siswa yang memiliki orientasi masrery rnemiliki karakteristik: mementingkan proses belajar, penguasaan materi, menggunakan strategi belajar yang efektif dan membandingkan prestasinya dengan prestasinya sendiri di masa lalu. Sedangkan siswa yang memiliki orientasi performance memiliki karakteristik: fokus pada hasil yang lebih baik dari orang lain, menghindari kelihatan tidak mampu di mata orang lain dan menggunakan strategi belajar yang dangkal.
Agar anak memiliki orientasi masfery, perlu diciptakan lingkungan belajar yang bisa mengarahkan orientasi tersebut. Lingkungan belajar demikian dapat diciptakan guru melalui faktor-faktor kelas yang dijabarkan ke dalam strategi pembelajaran yang berorientasi pada masrery. Faktor-faktor kelas tersebut disebut dengan istilah strulctur kelas. Secara teoritis diduga bahwa pengaruh struktur kelas diperantarai oleh bagaimana siswa mempersepsikan struktur kelasnya. Walaupun berada dalam kelas yang sama, terdapat perbedaan individual dalam bagaimana siswa mempersepsikan pengalamannya dalam kelas.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap strulctur kelas dan orientasi mastery, orientasi performance dan pola orientasi tujuan Juga ingin diketahui apakah ada perbedaan orientasi tujuan, orientasi performance dan pola orientasi tujuan pada kelas yang berbeda. Sampel penelitian adalah siswa kelas 5 SD Negeri di kecamatan Menteng Jakarta Pusat, berjumlah 129 orang.
Perhitungan statistik menggunakan unit analisis individu dan unit analisis kelas. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signiflkan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi mastery, tetapi tidak ada hubungan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi performarrce maupun dengan pola orientasi tujuan. Selanjutnya dalam unt analisis kelas, ditemukan tidak ada perbedaan orientasi mastery siswa pada kelas dengan struktur kelas yang berbeda, tetapi ada perbedaan orientasi performance dan pola orientasi tujuan siswa pada kelas dengan struktur kelas yang berbeda Dalam orientasi performance yang berbeda juga ditemukan kecenderungan perbedaan yang sistematis, artinya, kelas dengan struktur kelas yang semakin lebih berorientasi mastery, memiliki siswa dengan orientasi perjformance yang semakin rendah dan sebaliknya, Sedangkan, perbedaan kelas (didalamnya mencakup perbedaan struktur kelas) memiliki ?pengaruh dalam membentuk pola orientasi tujuan siswa di dalam kelas tersebut.
Hubungan yang semula dihipotesiskan namun ternyata ditolak adalah adanya hubungan yang negatif dan signitikan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi performance, adanya hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap strulctur kelas dan pola orientasi tujuan, dan adanya perbedaan orientasi mastery siswa di antara kelas yang berbeda. Ditolaknya hipotesis disebabkan karena beberapa keterbatasan penelitian, antara lain karakteristik subyek yang cenderung homogen (berasal dari sekolah dengan karakteritik sama) sehingga kurang terjaring skor orientasi tujuan yang bervariasi.
Sebaliknya, struktur kelas suatu kelas diulcur berdasarkan persepsi siswa dan temyata skor penilaian siswa berada dalam rentang penyebaran yang cukup lebar, sehingga obyektivitas penilaian siswa perlu dipertimbangkan dalam menganalis hasil. Keterbatasan yang juga cukup berpengaruh adalah dalam konstruksi alat ukur. Pembahasan kesimpulan hasil penelitian diuraikan dalam diskusi, dan dikuti dengan saran-saran. Adapun saran-saran mencakup saran yang terkait dengan variabel penelitian, dengan konstruksi alat ukur, dan saran praktis. Implikasi dari penelitian diharapkan guru dan sekolah dapat menciptakan struktur kelas yang dapat mengarahkan orientasi mastery siswa sebagai pola orientasi yang paling adaptif dalam kegiatan belajar (terlepas apakah orientasi perjormavrce-nya tinggi/rendah).