Ketika anak memasuki dunia sekolah, anak mulai dituntut dan kadangkala menuntut dirinya agar selalu berbuat sebaik mungkin dan menyesuaikan dirinya dengan standar tingkah laku tertentu. Standar tingkah laku tersebut dipandang sesuai dengan tuntutan guru/sekolah, orang tua maupun teman. Adakalanya anak tidak dapat memenuhi tuntutan yang dikenakan kepada mereka. Keadaan ini menimbulkan tekanan pada anak dan dapat menjadi pemicu timbulnya masalah dalam kegiatan belajar dan proses belajar anak, antara lain menghindari atau menolak pergi ke sekolah _ Perilaku tersebut digolongkan sebagai School Phobia atau School Refusal (Bakwin & 'Bal-rwin, 1972; Weiner, 1982; Wenar, 1994). Anak yang mengalami School Rehearsal menunjukkan penolakan untuk hadir di sekolah dengan cara mengungkapkan berbagai keluhan fisik dalam upaya menyakinkan orang tua agar dirinya diijinkan tetap tinggal di rumah. Misalnya : sakit kepala, sakit perut, sakit tenggorokan, diare, muntah, dan sebagainya.
Disamping itu mereka sering pula mengungkapkan keluhan sehubungan dengan keadaan-keadaan di sekolah yang dirasa tidak nyaman bagi mereka dan membuat mereka menolak ke sekoLah Misalnya : guru yang galak, tugas-tugas terlalu sukar atau terlalu mudah, teman-teman yang tidak menyenangkan, dan lain-lain. (Bakwin & Bakwin, 1972; Weiner, 1982; Wenar, 1994). Pada umumnya School Rejiasal disebabkan oleh dua hal mendasar, yaitu (1) pola asuh orang tua yang menimbulkan kecemasan berpisah (separation anxiety) pada anak, dan (2) adanya peristiwa-peristiwa pencetus yang dapat menimbulkan kecemasan anak untuk berada di sekolah ataupun berada terpisah dari orang tua (Weiner, 1982). Forer Sentence Conquering Test (F SCT) merupakan salah sama alat diagnostik dengan menggunakan teknik proyeksi. Tes ini dapat memberikan int`ormasi-informasi yang kaya bagi keperluan diagnostik (Rabin &. Haworth, 1960). Alat ini telah diadaptasi oleh Prof Dr. Singgih D. Gunarsa, yaitu berupa 60 (enam puluh) kalimat yang belum selesai yang harus dilengkapi oleh subjek dimana ia memiliki kebebasan penuh untuk memberikan jawaban-jawabannya. Kalimat-kalimat yang harus diselesaikan oleh subjek mencerminkan berbagai wilayah (area) kehidupan anak, meliputi : (1) sikap terhadap dan karakteristik dari figur interpersonal (ayah, ibu, laki-laki, perempuan, dan Egur otoritas), (2) harapan atau keinginan anak, (3) penyebab dari perasaan atau tindakan anak, dan (4) reaksi anak terhadap kondisi-kondisi eksternal
Penulis berasumsi bahwa SSCT merupakan salah satu alat asesmen yang penting untuk digunakan dalam' pemeriksaan psikologis terhadap kasus-kasus menolak ke sekolah (School Rejis Sab). Asumsi tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa SSCT dapat menggali informasi -informasi yang penting dan relevan bagi permasalahan yang dihadapi subjek, mengingat alat ini berfungsi untuk menggali informasi-informasi yang terkait dengan berbagai wilayah kehidupan anak dalam situasi sehari-hari di lingkungan rumah maupun sekolah Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang masih tersedia di Klinik Bimbingan Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, tahun 2000-2002. Sampel penelitian adalah data SSCT dari 20 anak usia sekolah (6 - 12 tahun) yang mengalami menolak ke sekolah (School Rejal) Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Profil jawaban SSCT dianalisa dengan mengacu pada kategori pengelompokkan empat wilayah kehidupan anak, dikaitkan dengan faktor-faktor penyebab perilaku menolak ke sekolah. Profil tersebut digambarkan dengan melihat persentase terbanyak dan jawaban subjek pada nomor-nomor (item) yang dimaksud.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Profil SSCT pada anak-anak yang menolak ke sel-colah (school refusal) mencerminkan adanya masalah-masalah yang terkait dengan hfnnrrarz-Irman yang harus dipenuhi anak sehubungan dengan kegiatan belajar, terutama dalam hal prestasi akademik Jawaban-jawaban subjek penelitian ini mencérminkan adanya kecemasan dan kerak zafran anak pada hal-hal yang sifatnya lebih nyata dalam kaitannya dengan kegiatan-kegiatan di sekolah dan keadaan-keadaan di sekolah yang dirasa tidak nyaman bagi mereka. Kenyataan ini menunjukkan adanya kondisi-kondisi tertentu yang mempengaruhi emosi anak usia sekolah sehubungan dengan masalah penyesuaian diri mereka terhadap tuntutan-tuntutan di sekolah (Hurlock, 1980). Kondisi-kondisi tersebut dapat menjadi peristiwa-peristiwa pencetus (precipitating events) yang membuat mereka menghindar atau menolak pergi ke sekolah. Dari jawaban-jawaban subyek tidak dapat disimpulkan adanya kecenderungan pola asuh tertentu dari orang tua yang dapat menimbulkan kecemasan berpisah (separation anxiety) pada anak. Hal ini tidak dapat terungkap melalui pernyataan-pernyataan di dalam FSCT yang sifatnya umum, sehingga tidak dapat menggali secara mendalam kedekatan hubungan antara anak dengan orang tua.