ABSTRAKBerdasarkan ketentuan Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 10 Ayat (1) UU
MK, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final, diantara kewenangan tersebut Pengujian Undang-
Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum, masuknya Pemilihan Umum Kepala daerah (pemilukada)
sebagai rezim Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi kosekuensi wewenang memutus
perselisihan Pemilihan Umum Kepala Daerah berada di Tangah Mahkamah
Konstitusi, selanjutnya, ditindak lanjuti dengan penandatanganan Berita Acara
pengalihan wewenang mengadili sebagaimana pelaksanaan ketentuan Pasl 236C UU
Nomor 12 Tahun 2008.
Pada Putusan Nomor 57/PHPU.D-VI/2008 tentang perselisihan Pemilukada Kabuaten
Bengkulu Selatan, MK manganulir Pasangan Calon menganulir atau
mendiskualifikasi pasangan calon Bupati terpilih Pemilukada Kabupaten Bengkulu
Selatan yaitu Dirwan Mahmud. Kebohongan terhadap rakyat pemilihnya yang
berusaha menyembunyikan status pernah menjadi narapidana dalam kasus
pembunuhan. Tindakan Dirwan Mahmud dianggap Mahkamah Konstitusi sebagai
tindakan mencederai demokrasi.
Sedangkan pada putusan nomor 4/PUU-VII/2009, keberkaitan dengan putusan
Pemilukada Bengkulu Selatan. Dalam putusan ini semakin menguatkan arti penting
sebuah “kejujuran” dalam berdemokrasi. Mahkamah Konstitusi sangat menyadari
bahwa hak dipilih dan memilih merupakan hak asasi sebagai warga negara, namun
perlindungan terhadap kejahatan dan ketidak jujuran dalam berdemokrasi menjadi
perhatian mahkamah supaya rakyat sebagai pemilih tidak salah pilih dalam memilih
pemimpinnya. Oleh karena itu, walaupun mantan narapidana dibolehkan ikut
menjadi calon kepala daerah, namun calon kepala daerah yang pernah menjadi
narapidana harus mengumumkan bahwa dirinya pernah dipenjara, dengan sayarat dia
telah minimal 5 tahun habis menjalankan hukuman tersebut
ABSTRACTBased on Article 24 C paragraph 1 of the 1945 Constitution in conjunction with
Article 10 paragraph 1 of the Constitutional Court Act, the Constitutional Court has
the authority to adjudicate cases at the first and the last level with final verdicts.
Their authorities include doing judicial review and deciding disputes concerning on
the general election results. The presence of regional election in the regime of
election adds the authority of the Court so it should resolve the disputes concerning
on the regional election results. It, then, is followed by the signing of the report of
adjudicating authority transfer as an implication of Article 236C Act No. 12/2008.
In the verdict No. 57/PHPU.D/VI/2008 on the South Bengkulu district election
dispute, the Constitutional Court annulled the elected regent candidate Dirwan
Mahmud. His attempts to lie the constituents by hiding his past as a convict in a
murder case was considered by the Court as an act of damaging the democracy.
Furthermore, the verdict No. 4/PUU-VII/2009 has a relation to the case of South
Bengkulu. This verdict strengthens the significance of "honesty" in democracy. The
Constitutional Court is aware that the rights to vote and to be voted are citizen’s
basic rights. However, the Court gives proper attention to the protection against
immorality and dishonesty in democracy so that the people as voters do not choose
the wrong leaders. Therefore, though the ex-inmates are allowed to participate as a
candidate of the regional head, but the candidates who had been prisoners have to
announce that he had been imprisoned, with a requsite that he have served in at least
5 years of the sentence.