ABSTRAKKejahatan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia di dunia.
Segala aktifitas manusia baik politik, social dan ekonomi, dapat menjadi kausa
kejahatan. Sehingga keberadaan kejahatan tidak perlu disesali, tapi harus selalu
dicari upaya bagaimana menanganinya. Berusaha menekan kualitas dan
kuantitasnya serendah mungkin, maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi yang
ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pidana ganti kerugian
telah difungsikan sebagai syarat khusus dalam praktek pengadilan selama ini, dan
bagaimana semangat Restorative Justice diwujudkan dalam kebijakan formulasi
pidana ganti kerugian bagi korban sebagai syarat khusus dalam putusan pidana
bersyarat. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normative, diperoleh
gambaran bahwa secara yuridis, Indonesia telah merumuskan adanya lembaga
pidana bersyarat dalam induk hukum pidananya (KUHP) dan pidana ganti
kerugian (KUHAP). Namun penerapan pidana ganti kerugian sebagai syarat
khusus dalam putusan pidana bersyarat selama ini kurang difungsikan. Adanya
berbagai kendala di lapangan dianggap sebagai hambatan dalam penerapan pidana
bersyarat tersebut. Kendala tersebut baik berada pada pembinaan, kendala yuridis
dan perundang-undangan, kendala teknis dan administrasi, maupun kendala
sarana dan prasarana. Terdapat tiga model perumusan formulasi pidana bersyarat
yaitu sistem continental dan sistem common law. Pada sistem continental, pidana
tetap dijatuhkan, hanya saja pelaksanaannya ditiadakan dengan syarat-syarat
tertentu. Sedang pada common law system terdakwa hanya dinyatakan bersalah
sedangkan pidananya ditunda. Adapun KUHP menganut system campuran dengan
sistem continental lebih dominan sebagai model ketiga. Restorative Justice sendiri
muncul sebagai upaya untuk menanggulangi kejahatan dan tindakan kepada para
pelakunya perlu diusahakan berbagai cara agar tercapai tujuan pemidanaan seperti
mencegah dilakukannya tindak pidana, memasyarakatkan terpidana,
menyelesaikan konflik, memuIihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa
damai dalam masyarakat; dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana,
ternyata telah mengilhami para hakim dalam mengambil putusan pidana ganti
kerugian sebagai syarat khusus dalam putusan pidana bersyarat. Maka dengan
dirumuskanlah Konsep KUHP sebagai salah satu usaha penal reform (legal
reform) mampu merumuskan pidana bersyarat dan pidana ganti kerugian sebagai
salah satu alternative pemidanaan dengan semangat Restorative Justice.
ABSTRACTCrime is present not only in the majority of societies of one particular species but
in all society that is not contronted with the problem of criminality. It is form
changes : the act thus caracterize are not the same every where : but every where
and always, there have been men who have behaved in such a way as to draw
upon then selves penal repression. (Emile Durkneim, 1971 : 6) This research aim
to know how far suspended sentence using approach of normative obtained that
by rule Indonesia have formulated the existence of conditional sentence in the
criminal law mains (KUHP), but in practice less is functioned. As for KUHP
embrace mixture system with system of continental more dominant. As effort to
overcome badness and act to the perpetrator need various means is performed by
effort to target of centencing like prevention of crime, finishing conflict, curing
balance, delivering to feel peace in society, and free to feel guilty at punished. To
support that thing is, hence formulated by concept of KUHP as one of the effort
penal reform. Conception KUHP formulate various alternative sanction having the
character to avoid of short term sentence for example social servis order and
probation as substitution of custodial sentence. This thesis discusses the issue of
criminal sentencing in personal reparation to the victim as the special condition in
probation sentencing in Indonesia. The research which is judicial normative in
nature and utilizes data gathering methods of literature review including primary
legal material, secondary legal material, secondary legal material, tertiary legal
material, as well as empirical research through in depth interviews with competent
sources. Restorative justice is a theory of justice that emphasizes repairing the
harm caused by criminal behaviour. It is best accomplished when the parties
themselves meet cooperatively to decide how to do this. This can lead to
transformation of people, relationships and communities. Meanwhile, the basic
used by the judge at Tangerang District Court, Koto Baru District Court in
awarding sentence with probation in special condition of restitution is primarily
for creating a sense of justice for both the convict and the victims alike. Where the
judges are ready making the sentencing base on Restorative Justice as how they
treat the victims to have a restitution for what they have lost because of what
criminal do to them.