Tujuan utama dari penulisan disertasi ini adalah menunjukkan problem disekuilibrium di antara manusia dan alam. Kondisi ini terjadi dikarenakan kurangnya kepekaan manusia untuk melestarikan alam. Manusia menganggap secara dangkal keberadaan dan kekayaan alam. Sikap ini menyebabkan kerusakan berkepanjangan, hingga pada titik dimana tidak adanya lagi alam liar. Pendekatan etis terhadap problem disekuilibrium dianggap tidak lagi cukup. Harus ada langkah baru dan metode yang lebih akurat untuk mengatasi inti dari permasalahan. Fenomenologi Lingkungan menawarkan ontologi baru terhadap relasi manusia dan alam. Melalui Edmund Husserl, Maurice Merleau-Ponty dan Martin Heidegger, fenomenologi lingkungan bertujuan untuk membangun argument yang rigoris dalam mengupayakan investigasi terhadap problem relasi manusia dan alam. Melalui perspektif Husserlian, alam bukan semata-mata perpanjangan dari kesadaran subjek. Alam memiliki kualitas dan properti yang independen dari asumsi subjek. Lebih lanjutnya, Merleau-Ponty berargumen bahwa alam lebih dari sebatas latar belakang kehidupan manusia, alam adalah bagian mendasar dari bagaimana manusia merekognisi eksistensinya. Kita hidup terinspirasi dari alam, tanpa alam kita kehilangan daya untuk membentuk makna. Menurut Heidegger manusia mendapatkan makna kehidupannya melalui keterlibatannya dengan alam. Alam memberikan kita ilustrasi tentang ruang dan waktu. Maka, keterlibatan dengan alam adalah bagian terpenting dari Dasein, yakni melalui kehidupan berdampingan dengan alam ia dapat memahami otentisitasnya. Perjalanan menuju ekuilibrium adalah tugas yang penuh tantangan, yang membutuhkan sikap dan pandangan filosofis. Fenomenologi Lingkungan memungkinkan kita untuk berpikir secara radikal problem disekuilibrium dan memulihkan relasi ontologis di antara manusia dan alam.
The prime objective of this dissertation is to point the matter of disequilibrium between human and nature. This condition is due to our lack of sensibility to preserve nature. Human beings take for granted the bountiful of nature. This attitude causes further destruction to the point of losing Nature?s wilderness. Ethical approach to the problem of disequilibrium is no longer sufficient. There must be a new and vigorous method to solve the crux of the matter. Eco-Phenomenology proposes new ontology towards human and nature. Through Edmund Husserl, Maurice Merleau-Ponty and Martin Heidegger, eco-phenomenology aims to a more rigorous argument to investigate the relation between human and nature. From Husserlian perspective, nature is not merely an extension of the subject consciousness. Nature has its qualities and properties independent from the subject?s assumption. Furthermore, Merleau-Ponty argues that nature is more than just the backdrop of our lives, it is the essential part of our recognition to our existence. We live inspired through nature, in the absence of it, we would have lost our ability to constitute meaning. According to Heidegger human derived its meaning through their involvement with nature. Nature provides us with the illustration of space and time. Hence, nature is a fundamental part of Dasein, through dwelling alongside nature, Dasein is discovering its authenticity. The journey to equilibrium is an arduous task, one that requires new philosophical ways of perceiving. Eco-phenomenology enables us to think a more radical problem of disequilibrium, and that is to restore the ontological relation between human and nature.