Penelitian ini bertujuan untuk meninjau ulang kebudayaan Madura dari sudut pandang perempuan. Penelitian ini berfokus pada politik tubuh, dan bagaimana politik tubuh bersinggungan dengan lima hal: perkawinan, perpindahan, tempat, perlawanan, dan memori kolektif. Titik awalnya adalah masa ketika perempuan berada dan terikat dalam tanean, di mana perempuan harus menikah untuk mencapai dua takdir mereka: menjadi istri dan menjadi ibu. Perkawinan menjadi penting dalam tanean untuk menarik laki-laki masuk ke dalam keluarga luas istri, karena kebutuhan laki-laki untuk mengolah lingkungan alam Madura yang kering, dan karenanya penting bagi tanean untuk menjaga surplus laki-laki. Perpindahan adalah masa ketika perempuan tidak mampu mencapai takdirnya dan akhirnya harus bercerai. Tanpa suami dan anak, perempuan mengalami eksklusi sosial - terasing dari lingkungan sosialnya, dan tertutupnya akses atas sumber daya alam, sehingga perempuan harus terusir dari lingkungannya. Tempat adalah lokus di mana perempuan membangun kembali kehidupan mereka yang berantakan dan mengalami deformasi besar-besaran. Disokong oleh kemandirian ekonomi, di tempat baru ini lah perempuan membangun kembali identitasnya, menjadikan tanean sebagai geografi moral, dan mulai bermimpi untuk kembali. Mimpi itu harus direbut dengan perlawanan. Perlawanan adalah usaha perempuan untuk menawar posisi mereka atas tanean sebagai hak kultural mereka. Mereka melawan dengan mengirimkan emas dengan harapan agar mereka tetap dianggap sebagai bagian dari tanean. Memori kolektif adalah ikatan yang mengikat setiap orang dalam tanean. Memori kolektif adalah tujuan yang hendak dicapai, sebab terhapus dari memori kolektif tanean berarti menghapus perempuan dan mimpimimpinya. Penelitian ini menjelaskan bagaimana tanean mengikorporasikan segala hal, mulai dari keanggotaan, sumber daya alam, dan ekonomi; dan untuk menjaga agar tanean mampu terus bertahan, politik tubuh yang berjalin dengan logika kultural Madura menyediakan jawabannya.
This research aimed to challenge Madurese culture from the woman's perspective. It focuses on the politics of the body, and how the body politics intersect with five things: marriage, displacement, place, resistance, and collective memory. The entry point was a time when women were bound in tanean, where women have to be married to achieve two of their destiny: being a wife and being a mother. Marriage is important in tanean to attract men into the wife's extended family, because men need to process the natural environment of Madura, and it is important for tanean to maintain a surplus of men. Displacement was a time when women were not able to reach her destiny and finally had divorced. Without husband and children, women experiencing social exclusion - alienated from their social environment and obstruction of access to natural resources, so women should be evicted from the environment. The place is the locus where women rebuild their lives which are falling apart and deformed massively. In favor of economic independence, in this new place woman rebuild her identity, making tanean as moral geography, and began the dream of going back. There?s only one way to capture the dream: fighting back. Resistance is women attempt to negotiate their position of tanean as their cultural rights. They fight by sending gold in hope that they are still regarded as part of the tanean. Collective memory is a social tie that bind everyone in tanean. Collective memory is a goal to be achieved, since being erased from the collective memory of tanean for the women means their loosing hope and dreams. This study describes how tanean incorporated almost everything, ranging from membership, natural resources, and the economy, and to keep the tanean alive, body politics which intertwined with the cultural logic of Madura can provide the answer.