ABSTRAKPenelitian ini didasarkan pada proses dan mekanisme pemberhentian
antarwaktu dan penggantian antarwaktu yang diatur dalam UU No. 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan UU No. 2 Tahun 2008 tentang
Partai Politik beserta UU perubahannya yaitu UU No. 2 Tahun 2011. Penelitian
ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, kewenangan yang dimiliki oleh
partai politik dalam mengusulkan pemberhentian antarwaktu dan penggantian
antarwaktu anggotanya yang duduk di DPR. Kedua, mekanisme ideal
pemberhentian antarwaktu dan penggantian antarwaktu yang diatur oleh uu dan
peraturan terkait. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif yang menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kewenangan partai politik dalam mengusulkan pemberhentian antarwaktu dan
penggantian antarwaktu ini masih terus diperdebatkan oleh pihak-pihak tertentu.
Kewenangan tersebut telah diajukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
dilakukan pengujian. Hasil dari pengujian tersebut adalah hak recall yang dimiliki
poleh partai politik ini tidak bertentangan dengan pelaksanaan demokrasi
perwakilan, dan anggota legislatif yang telah keluar dari keanggotaanya dari partai
politik tidak serta merta dinyatakan berhenti dari keanggotaan legislatif, tidak
seperti pada keputusan MK sebelumnya. Disamping itu, dari data yang penulis
dapatkan, ternyata masih terdapat ketidaksesuaian antara pelaksanaan proses
pemberhentian antarwaktu dengan mekanisme yang diatur oleh undang-undang
dan amanat kedaulatan rakyat yang ada dalam konstitusi negara Indonesia.
ABSTRACTThis research is based on the processes and the mechanism of the
intertemporal dismissal and the replacement or usually named as recall which are
regulated in Act No.27/ 2009 regarding MPR, DPR, DPD and DPRD and Act
No. 2/2008 regarding Political Parties Act and its amendments, Act No. 2/2011. In
this paper, there are two main issues. First, the political parties’s authority to
proposed the dismissal and replacement of their members in the parliament
(DPR). The second is to describe about the ideal mechanism of the recall process
based in Indonesia for further. The method used in this study is a yuridis normatif
by using the secondary data. The results showed that the political parties in
Indonesia have the authority to propose the recall process for their members that
registered in DPR. There are several people that disagree about this recall
authority which is own by the political parties. This recall by political parties’s
proposed has been tested by the constitutional court (Mahkamah Konstitusi) and
the results showed that this authority to recall their members in the parliament is
not contradict with the implementation of the representative democracy. Not only
those, in 2013 Constitutional Court made a decision that escape from political
party does not mean followed by resign from legislative member. In addition, in
the case studies that is included in this matters, it turns out that there is still an
incompatibality between the implementation of the recall process according to the
mechanism that regulated by the law.