ABSTRAKDeklarasi Universal Hak Asasi manusia (DUHAM) merupakan akar
dari instrument hak asasi manusia internasional. Dalam DUHAM dapat dibagi
dalam tiga kelompok besar pengaturan yaitu: hak sipil dan politik, hak ekonomi,
social dan budaya, dan ketentuan penutup. Dalam tingkat nasional banyak
negara telah mengadopsi elemen-elemen dari deklarasi tersebut ke dalam
Undang-Undang Dasar mereka. Dalam hal ini Indonesia telah mengadopsi
nilai-nilai hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang
Dasar 1945 adalah mengenai perkawinan. Dalam hal perkawinan, masyarakat
menyoroti pengaturan mengenai hal tersebut. Dalam Pasal 16 ayat (1)
DUHAM, perkawinan karena perbedaan agama bukan merupakan suatu
penghalang. Tetapi dalam pengaturan mengenai perkawinan di Indonesia,
yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahuh 1974 tentang
Perkawinan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya itu, Pasal 2 ayat (2) bahwa Tiaptiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga terdapat perbedaan antara DUHAM dengan UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Berdasarkan kenyataan bahwa di Indonesia banyak yang melakukan
perkawinan beda agama, hal ini disebakan karena interaksi sosial yang luas,
pada hal dalam pengaturannya, perkawinan tersebut dilarang.
Dalam hal penegakan hak asasi manusia, setiap negara yang
berdaulat mempunyai hak untuk menafsirkan pelaksanaan dari nilai-nilai hak
asasi manusia yang tercantum dalam DUHAM. Penerapan hak asasi tersebut
disesuai dengan kondisi latar belakang masyarakat dalam suatu negara
tersebut, budaya, adat istiadat, moral, dan nilai-nilai agama yang diyakini
dalam suatu negara tersebut. Sehingga tidak dapat dilaksanakan secara
mutlak nilai-nilai hak asasi manusia yang terdapat dalam DUHAM. Sehingga
pengaturan mengenai perkawinan beda agama yang dilarang dalam UU No. 1
Tahun 1974 jik a dilihat dari perspektif HAM tidak melanggar hak asasi
manusia.