Naskah ini terdiri dari dua teks yaitu serat Dewi Patmah (atau Dewi Pertimah, Dewi Pratimah) dan serat santri Marjuki.
Teks Dewi Patimah berisi ajaran atau nasehat orang tua kepada anak wanitanya tentang bagaimana bertingkah laku yang baik dalam berumah tangga seperti bagaimana cara memperlakukan suami, bagaimana bersikap sebagai seorang wanita yang baik, bagaimana melaksanakan kewajiban-kewajiban agama. Semua ajara tersebut dimulai dengan ucapan basmallah dan anjuran untuk mencontoh perilaku putri Nabi, Fatimah. Tentang teks Patimah, bandingkan juga versi Aceh (Snouck Hurgronje, The Achehnese, Leiden, E.J. Brill, 1960, h.175), Bugis, Melayu, dan lain-lainnya.
Serat santri Marjuki mengisahkan seorang anak laki-laki ernama Ahmad Marjuki, yang ingin menuntut ilmu agama di sebuah pesantren. Ahmad Marjuki memohon ijin pada ibunya, janda Lambang Sari. Si ibu mengijinkan untuk pergi ke pesantren Tawang Sari yang gurunya keturunan wali bernama Kyai Amat Ngali. Setelah berhasil menunaikan pelajarannya Ahmad Marjuki dinikahkan dengan putri Kyai Amat Ngali bernama Dewi Srigati lalu mereka bersama-sama pergi ke Mekah. Kembali dari Mekah, Ahmad Marjuki diangkat menjadi pemimpin pesantren Tawang Sari menggantikan Amat Ngali.
Kedua teks di atas adalah teks salinan/disusun berkaitan dengan sebuah pertunjukkan kentrung yang dilakukan oleh Irasentana tahun 1924 di Yogyakarta. Menurut keterangan Pigeaud pada h.i, naskah ini disalin oleh petugas Panti Boedaja pada tahun 1931, rangkap empat. Tidak ditemukan keterangan tentang naskah babon.