Skripsi ini membahas manajemen belanja pegawai di Kabupaten Klaten yang dilatarbelakangi oleh pentingnya belanja pegawai bagi penyelenggaraan pemerintahan, namun rata-rata alokasi belanja pegawai Kabupaten Klaten mencapai 76,80 persen dari APBD tahun 2010 hingga semester 1 tahun 2013 menjadikannya terbesar di Indonesia, padahal dari 524 daerah hanya mencapai 53,40 persen dari APBD. Manajemen belanja pegawai di Kabupaten Klaten belum berjalan seperti yang diharapkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan postpositivist dengan tujuan deskriptif melalui metode kualitatif, yaitu wawancara mendalam dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang perlu diperhatikan karena menghambat manajemen belanja pegawai di Kabupaten Klaten, meliputi tidak terdapat perencanaan pada belanja pegawaidan analisis kebutuhan pegawai yang tidak rutin, tidak terdapat batasan PNS bagi daerah, tidak terdapat batasan belanja pegawai bagi daerah, struktur penggajian yang tidak berdasarkan kinerja, inkonsistensi kebijakan, tidak terdapat batasan transfer antar rekening, tidak terdapat sistem manajemen penggajian terpusat, dan hasil pelaporan yang tidak dijadikan umpan balik sehingga belum terdapat tindakan dari daerah untuk menyelesaikan permasalahan belanja pegawai.
This thesis discusses the personnel expenditure management in Klaten District, which is motivated by the importance of personnel expenditure in running the government, however the average allocation of personnel expenditure in Klaten District reached 76,80 percent of the local government budget in 2010 until the first half of 2013, whereas of 524 regions in Indonesia only reached 53,40 percent of the local government budget. The personnel expenditure management in Klaten District is not running as expected. This study uses post-positivist approach with descriptive purpose through qualitative methods, which are in-depth interviews and documentary studies. The results show that there are factors to consider because they inhibit personnel expenditure management in Klaten District, including there are no planning on personnel expenditure and irregular analysis of needs of civil servants, no restriction on the amount of personnel, no limit on personnel expenditure, the salary structure is not based on performance, policy inconsistencies, no limit on transfer between accounts, no centralized payroll management system, and reporting results are not used as feedback so that therehas been no action to resolve the problem of personnel expenditure.