ABSTRAKSebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di areal pertanian serta perkebunan. Pekerjaan tersebut mengharuskan para pekerjanya untuk kontak langsung dengan tanah, sehingga resiko mendapat infeksi cacing tanah (STH) dan prevalensi infeksi tersebut meningkat. Oleh karena itu, tujuan riset ini adalah untuk menentukan efektivitas penyuluhan kesehatan terhadap pengetahuan terkait siklus hidup, modus infeksi dan penularan STH pada pekerja kebun di perkebunan X di Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Variabel terkait pengetahuan tersebut juga diuji dalam riset ini. Desain riset ini adalah pre-post study. Dari hasil pengolahan data ditemukan bahwa 52,4% dari subyek adalah pria, 69% adalah lulusan SD, 64.3% tidak memiliki pengetahuan apa pun mengenai infeksi STH and 59,5% tidak pernah terinfeksi STH. Selisih antara nilai tes sebelum dan sesudah penyuluhan juga dianalisis bersama dengan keempat variabel di atas, tetapi tidak ditemukan keterkaitan yang signifikan diantaranya. Pengetahuan mengenai siklus hidup, modus infeksi dan penularan STH sebelum penyuluhan berkaitan erat dengan variabel umur (p<0.05) dan pengetahuan mengenai infeksi STH sebelum riset ini dijalankan (p<0.05). Sedangkan variable pengalaman terinfeksi STH dan tingkat pendidikan tidak terkait secara signifikan dengan pengetahuan mengenai siklus hidup, modus infeksi dan penularan STH sebelum penyuluhan. Secara umum, setelah penyuluhan kesehatan nilai tes para subyek meningkat secara signifikan. Hal ini bisa dilihat dari perbandingan nilai pre- test dan post-test yang dianalisis dengan tes Wilcoxon (p<0.05). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa penyuluhan kesehatan efektif dalam meningkatkan pengetahuan mengenai siklus hidup, modus infeksi dan penularan STH diantara pekerja kebun di Pacet, Cianjur secara umum tanpa memperhitungkan variabel yang ada.
ABSTRACTIndonesia is an agricultural country, where a large number of people work in plantation areas. This requires constant exposure to soil, thereby increasing the risk of acquiring STH infection and its prevalence. Hence the goal of this research is to figure out the adequacy of health education in heightening the knowledge of life cycle and modes of infection and transmission of STH among agricultural workers in Pacet, Cianjur, West Java. Other variables affecting the prior knowledge and its improvement were also assessed. This research used pre-post study design. It is obtained from the data that 52,4% of the subjects were male, 69% graduated from Elemetary School, 64.3% had no prior knowledge regarding STH infection and 59,5% had never been infected with STH. The difference score was also analyzed with all four variables, but showed no association between each of them. The knowledge about the morphology, life cycle and modes of transmission prior to health education were significantly associated with two out of four variables; gender (p<0.05) and knowledge of infection (p<0.05). On the other hand, education and history of infection does not significantly relate to the knowledge about life cycle and modes of transmission of STH prior to health education. Subsequent to health education, agricultural workers? knowledge showed significant improvement, seen by comparing pre-test and post-test and analyzing them with Wilcoxon test (p<0.05). In conclusion, health education has proven to be adequate in heightening knowledge regarding life cycle and modes of infection and transmission of STH among agricultural workers in Pacet, Cianjur when variables are not taken into account.