[Pada abad ke-19, perdagangan candu marak terjadi di Nusantara. Konsumen candu
sendiri berasal dari berbagai golongan, mulai dari kaum/clan Tionghoa hingga kaum
pribumi. Dalam mengatur perdagangan candu di masyarakat, Pemerintah Kolonial
Belanda yang berkuasa di Nusantara pada masa tersebut menerapkan sistem pacht.
Sistem pacht memberikan keuntungan bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya,
terutama kaum Tionghoa. Dalam lelang pacht, kaum Tionghoa banyak yang
memenangkan lelang tersebut dan mendapatkan hak sebagai pachter/ penyewa tanah
usaha dalam sistem pacht. Potret kehidupan kaum Tionghoa sebagai pachter telah
dituangkan dalam berbagai literatur, salah satunya dalam novel karya Gouw Peng
Liang yang berjudul Lo Fen Koei. Novel yang ditulis pada tahun 1903 tersebut
menyoroti sisi lain kehidupan pachter bernama Lo Fen Koei yang menyalahgunakan
kekuasaannya demi memuaskan segala keinginannya. Selain menyajikan kisah
tentang karakter Lo Fen Koei, novel ini juga menyajikan interaksi antara tokoh-tokoh
Tionghoa dan tokoh-tokoh pribumi. Dengan penggambaran yang dibuat semirip
mungkin dengan peristiwa di kehidupan nyata (baik penggambaran karakter pachter
dalam tokoh Lo Fen Koei dan penggambaran interaksi sosial antara kaum Tionghoa
dan pribumi dalam novel ini), pembaca dapat memperoleh informasi mengenai
gambaran sosial dan interaksi antar-golongan masyarakat yang terjadi di Nusantara
pada masa tersebut., On nineteenth century, opium business became widely promised business in
Nusantara. Opium consumers came from any social class, from aristocrate to poor,
from Chinese people to local people called pribumi. To managed opium trade in
Nusantara, Colonial Dutch Government that ruled Nusantara (on that time) applied
opium-pacht system. This system promised big profit for everyone who took a part on
it, especially for Chinese people. On opium-pacht auction, Chinese people often
became the winner and have a right to be an opium-pachter/ land renter on opiumpacht
system. The life of Chinese opium-pachter has been illustrated on any works
and written, for example the novel Lo Fen Koei. This novel written by Tionghoa’s
author named Gouw Peng Liang. Written on 1903, this novel potrayed the life of Lo
Fen Koei, a fictitious Chinese opium-pachter that manipulated his power to get
anything he wants. This novel not only tells about Lo Fen Koei’s character, but also
described about the interaction of people from any social class in Nusantara,
especially interaction between Chinese people and pribumi. With the resemblances
between Lo Fen Koei’s story and real events (such as the portrayal of opium-pachter
that illustrated on Lo Fen Koei’s character and interaction between the Chinese and
the pribumi), the readers could get a lot of information about social interaction and
any events that happened in Nusantara on that time.]