ABSTRAKKetahanan energi nasional merupakan aspek penting di dalam kelangsumgan
pembangunan nasional. Ketergantungan terhadap energi fosil yang
ketersediaannya semakin berkurang telah menyebabkan peningkatan harga bahan
bakar minyak. Nuklir merupakan pilihan alternatif sumber energi listrik yang
dapat dipertimbangkan dalam konteks bauran energi. Studi pemilihan tapak PLTN
di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1990-an di Jepara. Pada tahun 2010, studi
awal tapak PLTN dilakukan di Provinsi Bangka Belitung, tepatnya di Bangka
Barat dan Bangka Selatan. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam
konstruksi PLTN adalah adanya dampak radiologi terhadap masyarakat akibat
potensi lepasan material radioaktif ke atmosfer melalui cerobong. Dalam kajian
radiologi lepasan zat radioaktif ke lingkungan dari suatu instalasi nuklir, pola
sebaran polutan merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Penelitian
ini mengkaji pengaruh tinggi lepasan efektif dan jumlah sumber lepasan terhadap
pola sebaran zat radioaktif. Dari hasil perhitungan, dispersi zat radioaktif pada tiap
lokasi tapak (Bangka Barat dan Bangka Selatan) memiliki pola yang berbeda.
Pola sebaran zat radioaktif pada masing-masing tapak dipengaruhi oleh frekuensi
distribusi arah dan kecepatan angin. Distribusi spasial zat radioaktif untuk variasi
ketinggian lepasan (40, 60 dan 80 meter) pada lokasi tapak yang sama memiliki
kecenderungan yang sama, namun tinggi lepasan yang lebih rendah menghasilkan
konsentrasi maksimum zat radioaktif yang lebih tinggi. Konsentrasi zat radioaktif
di udara baik di Bangka Barat maupun Bangka Selatan jauh di bawah baku tingkat
radioaktivitas yang ditetapkan oleh badan pengawas. Semakin banyak jumlah
sumber lepasan menyebabkan dosis individual yang diterima oleh representative
person semakin besar. Selain dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi zat radioaktif
di udara, besarnya dosis individual juga dipengaruhi oleh perilaku (habit) dari
representative person. Pada kajian ini, representative person di Bangka Barat dan
Bangka Selatan adalah anak-anak yang tinggal dan bersekolah di dekat tapak serta
memakan produk lokal dengan dosis maksimum 3,40 μSv/tahun dan 6,29
μSv/tahun. Pembatas dosis untuk lepasan atmosferik zat radioaktif ditentukan 0,08
mSv/tahun yang diturunkan dari nilai batas dosis anggota masyarakat dan
pembatas dosis anggota masyarakat yang ditetapkan oleh BAPETEN serta
mempertimbangkan kontribusi kegiatan pada tapak yang berpotensi memberikan
dosis radiologi dan lepasan akuatik zat radioaktif. Berdasarkan pembatas dosis
lepasan atmosferik yang ditetapkan, perhitungan batas lepasan atmosferik
dilakukan untuk pedoman operasional fasilitas PLTN sebagai bentuk optimisasi
proteksi dan keselamatan radiasi.
ABSTRACTNational energy sustainability is an important aspect in the continuity of national
development. Dependency on fossil energy which is getting smaller in its
availability has led to an increasing of fuel prices. Nuclear energy is an alternative
source of electricity that can be considered in the context of energy mix. Study on
site selection of nuclear power plant in Indonesia has been started since 1990 in
Jepara. In 2010, initial studies on nuclear power plant sites conducted in the
province of Bangka Belitung, especially in the West and South Bangka. One of
considered aspect in the construction of nuclear power plants is the radiological
impacts on the community due to the potential discharges of radioactive material
to the atmosphere through the reactor stack. When determination on radiological
impact of radioactive material into the environment, the distribution pattern of the
pollutants is an important factor that should be considered. This study examines
the effect of effective release height and the number of discharge sources on the
radioactive materials distribution. Based on calculation results, dispersion of
radioactive materials at each site (West Bangka and South Bangka) have a
different pattern. The dispersion pattern of radioactive materials in each site is
influenced by the frequency distribution of wind direction and speed. Spatial
distribution of radioactive materials for variable of release height (40, 60 and 80
meters) on the same site has same tendency, but lower release height causes
higher maximum concentration of radioactive materials. Air concentration in the
West Bangka and South Bangka are below radioactivity standard level determined
by the regulatory body. Number of sources contribute to individual doses received
by the representative person. In addition influenced by air concentration of
radioactive materials, individual dose is also influenced by habit of representative
person. In this study, representative person in the West Bangka and South Bangka
are children who live and school near the site and consuming local products with a
maximum dose of 3.40 μSv/year and 6.29 μSv/year. Dose constraint for
atmospheric releases of radioactive materials is specified of 0.08 mSv/year
derived from dose limit and dose constraint for members of the public set by
regulatory body and consider public activities at the site that could potentially
contribute to radiological doses and aquatic releases of radioactive materials.
Based on this dose constraint, calculation of discharge limit is performed as a
operational guidance for nuclear power facility and a form of optimization on
radiation protection and safety.