ABSTRAKWaralaba di Indonesia dilangsungkan berdasarkan suatu Perjanjian Waralaba antara
Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. Hal ini diwajibkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007. Secara teoritis, perjanjian didasarkan pada
kesepakatan kedua pihak. Tetapi, sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa Penerima
Waralaba ada di posisi yang lebih lemah dan rawan dirugikan. Salah satunya, adalah
keberadaan klausula non-agen yang melepaskan kewajiban Pemberi Waralaba.
Berdasarkan Permendag Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012, telah diwajibkan beberapa
hal untuk dicantumkan di dalam Perjanjian Waralaba. Pemenuhan kewajiban
pencantuman tersebut harus dipastikan dalam Perjanjian Waralaba, guna menjamin
Perjanjian Waralaba tetap sesuai dengan hukum Indonesia dan memberikan
perlindungan bagi Penerima Waralaba.
ABSTRACTIn Indonesia, a franchise is based on a franchise agreement between the franchisor
and the franchisee. This is a must, according to Government Regulation No. 42 Year
2007. Theoretically, an agreement is mutually agreed by both side. However, it is
well known that in a franchise agreement, the franchisee usually have a weaker
position and prone to loss. One of the example is the presence of clausule of non
agency, which make the franchisor freed from its liabilities to the franchisee.
According to the Minister of Trade Regulations No. 53/M-DAG/PER/8/2012, there is
some things required in the franchise agreement, which is obligatory. Fulfilment of
this obligation is needed to ensure that the franchise agreement is not violating
Indonesian law and giving enough protection to the franchisee.