Dunia panggung tidak semata-mata sandiwara. Ia dapat menjadi medium untuk mewartakan sesuatu yang lain. Bukan tidak mungkin melalui pagelaran yang dipersembahkannya, problematika kehidupan menjadi sumber inspirasi bagi sang seniman untuk mencipta sebuah karya. Realitas digubah. Tiap adegan yang semula nampak tidak saling berkait satu sama lain, dirangkai menjadi satu bangunan narasi yang menghadirkan pesan dan kesan tersendiri. Entah itu sebagai kritik sosial, sebagai kendaraan politik, hiburan, ataupun sebagai mesin pencetak uang. Dalam konteks tersebut, tulisan ini dimaksudkan sebagai refleksi kritis atas pertunjukan seni teater yang pernah berlangsung di Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Disini, penulis hendak berbagi cerita mengenai dunia penonton dan seni teater yang bernuansa pergerakan dengan para pameran perempuan yang berunjuk kebolehan di atas panggung. Sebuah panggung yang dibayangkan menjadi cermin kehidupan sehari-hari yang berdiri begitu dekat dengan tepukan tangan serta berbagai paradoks yang menyertainya.