Penyebab utama epidemi ganda Napza dan HIV-AIDS di Indonesia adalah perubahan pola penggunaan Napza dari hisap ke jarum suntik, dan semakin meluas injecting drug user (IDU-Penasun) di kalangan pengguna Napza yang pada umumnya memiliki kelemahan human capital atau kelemahan logika, sehingga mudah dikuasai Napza tanpa menyadari paparan infeksi HIV yang mengintai. Mereka tidak sadar, bahwa "jembatan emas" penularan dan penyebaran HIV, virus penyebab AIDS adalah penggunaan peralatan suntik tidak steril secara bergantian. Salah satu upaya mencegah penularan virus HIV-AIDS di kalangan IDU adalah harm reduction (HR) atau dalam terminologi Indonesia disebut pengurangan dampak buruk Narkoba. Tujuan utama pada program ini adalah upaya pemutusan mata rantai penularan HIV dan AIDS mulai dari tujuan umum hingga khusus dalam komunitas Penasun. Dalam implementasinya, program HR di Indonesia menghadapi sejumlah kendala di antaranya belum ada payung hukum (undnag-undang) yang mengatur secara khusus pelaksanaan HR; kendala sosiologis dan agama yang berkait dengan nilai agama dan norma bangsa Indonesia; kendala anggaran dan geografis berupa luasnya wilayah Indonesia sehingga sosialisasi program membutuhkan anggaran sangat besar dan tidak semua daerah mudah dijangkau. Mengantisipasi kendala tersebut, penerapan program HR di Indonesia perlu mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar melindungi dan menyelamatkan masyarakat dari epidemi ganda Napza dan HIV-AIDS dengan tetap berpegang teguh faktor sosio-budaya, agama, dan kepribadian bangsa Indonesia.