Salah satu isi yang menjadi perhatian di dalam integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah bervariasinya paket manfaat yang diberikan oleh Jamkesda. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai paket manfaat Jamkesda sebagai bahan pertimbangan dalam pengintegrasian ke dalam JKN. Metode: Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dilakukan di Kabupaten/kota yang sudah memiliki Jamkesda pada tahun 2013-2014. Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kelompok diskusi terfokus, wawancara, pengamatan serta melalui kuesioner yang dirancang untuk dapat diisi sendiri oleh responden. Data sekunder berasal dari berbagai sumber, seperti artikel, jurnal, dokumen, data statistik, arsip serta publikasi media massa. Hasil: Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kelompok kapasitas fiskal dengan manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan (continuity correction, p value = 0,065). Kendati demikian, kabupaten/kota yang memiliki kapasitas fiskal tinggi (tinggi dan sangat tinggi) memiliki kecendrungan sebesar 1,920 kali lebih besar untuk memberikan manfaat Jamkesda yang sesuai atau bahkan melebihi manfaat Jamkesmas bila dibandingkan dengan kabupaten/kota yang memiliki kapasitas fiskal yang rendah (sedang dan rendah) (Mantel-Haenszel, Common Odds Ratio Estimates = 1,920; confidence Interval 95% = 1,008 – 3,658; asymp. Sig 2 sided = 0,047). Terdapat perbedaan antar sistem Jamkesda yang ada, khususnya dalam hal paket yang diberikan. Hasil kualitatif menunjukan adanya berbagai hambatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, antara lain aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, keterbatasan sumber daya manusia kesehatan serta kurangnya sarana. Saran: Disarankan agar Pemerintah menentukan layanan mendasar yang berlaku secara rasional sehingga perbedaan paket manfaat dapat disetarakan. Pemerintah pusat juga harus mampu menjembatani perbedaan pemahaman para pengambil kebijakan di daerah.