Pemilu 2014 disebut-sebut sebagai pemilu terburuk sepanjang sejarah perpolitikan Indonesia. Selain persoalan teknis administratif dan logistik yang berantakan, praktik politik uang juga dikhawatirkan akan memunculkan banyak koruptor di kemudian hari. Diperlukan reformasi sistem pemilu, antara lain yang terkait dengan seleksi bakal caleg dari partai-partai. Pemerintah perlu melakukan semacam uji kelayakan, setidaknya yang terkait dengan tingkat intelektualitas dan kesehatan psikis. Tujuannya agar para caleg yang diusung tidak sekedar mengandalkan popularitas dan uang. Sistem pemilu juga perlu didesain ulang menjadi sistem campuran, antara sistem proporsional terbuka dan sistem distrik. Mungkin tidak bisa seragam untuk seluruh daerah pemilihan Indonesia, dalam arti ada daerah-daerah tertentu yang sistemnya harus diberlakukan lain mengingat jumlah penduduknya yang sedikit. Ke depan sistem pemilu langsung oleh rakyat harus tetap diberlakukan, baik dalam konteks Pileg, Pilpres dan Pilkada. Untuk mengurangi biaya yang sangat mahal, sistem e-voting dapat diterapkan. Dalam hal ini mungkin ada daerah-daerah yang dikecualikan, dalam arti tetap secara manual, mengingat tingkat kemajuan masyarakat Indonesia yang belum merata.