Pemerintah telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), 2003 dengan UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003, yang membawa konsekuensi logis untuk menyesuaikan ketentuan mengenai pengembalan aset hasil tindak pidana korupsi. Penyesuaian dimaksud dilakukan dengan pembentukan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana yang di dalamnya menyebutkan adanya lembaga pengelola aset yang melakukan pengelolaan aset tindak pidana secara profesional, transparan dan akuntabel. Berdasarkan pasal 10 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, barang milik negara meliputi barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, di antaranya barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan demikian konsekuensi hukumnya, pengelolaan "barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap" tunduk pada ketentuan pengelolaan Barang Milik Negara yang menjadi kewenangan Kementerian Keuangan. Sebagai pengelola aset negara, Kementerian Keuangan/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah memiliki kesiapan struktur organisasi di pusat/daerah, sarana, angaran maupun SDM yang mendukung pengelolaan aset termasuk wacana pengelolaan aset tindak pidana, sehingga diharapkan tidak perlu pembentukan badan baru yang akan membebani APBN. RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, mengatur asas, kewenangan, pelimpahan kewenangan, lingkup tugas dan pembagian hasil untuk penegakan hukum.