Artikel Jurnal :: Kembali

Artikel Jurnal :: Kembali

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi : Tindak Pidana Biasa Penanggulangan Luar Biasa

([Publisher not identified] , [Date of publication not identified] )

 Abstrak

Kebijakan legislasi dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi telah dilakukan sebagai bagian dari reformasi yang hendak memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), namun demikian, pilihan kebijakan legislasi yang ditempuh dilihat secara yuridis formal telah menunjukkan sikap ‘greget’ anti korupsi, tetapi secara yuridis materiil justru sebaliknya memuat ketentuan yang dapat memperlemah upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Perlemahan tersebut dapat dilihat dari serangkaian kebijakan legislasi yang kemudian berujung pada terbitnya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, pengganti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelumnya, merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/ 2006 tanggal 19 Desember 2006, telah membawa perubahan terhadap beberapa hal terhadap tindak pidana korupsi dan pengadilan tindak pidana korupsi, yaitu tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana biasa (umum) dan, oleh sebab itu, penanganan tindak pidana korupsi dilakukan melalui prsedur biasa/normal. Tidak lagi ada Pengadilan Tipikor yang khusus memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh KPK. Berdasarkan asas kompetensi relatif pengadilan, KPK sekarang mengajukan perkara tindak pidana korupsi ke pengadilan ditempat mana tindak pidana terjadi ( locus delicti). Penanganan tindak pidana biasa melalui prosedur luar biasa dan diadili melalui pengadilan yang khusus berpotensi melanggar hak-hak hukum tersangka. Politik hukum pidana dan politik pemidanaan tindak pidana korupsi perlu ditinjau kembali agar dibedakan kebijakan pemberantasan tindak pidana korupsi (eksekutif) dan penegakan hukum terhadap tindak pidana (yudikatif), karena keduanya berada dalam wilayah pengaturan yang berbeda. Komisi Pemberantasan tindak Pidana Korupsi (KPK) sebaiknya hanya diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang termasuk luar biasa saja, diajukan ke pengadilan yang dibentuk secara khusus untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang luar biasa dengan tetap harus menghormati hak-hak hukum tersangka, karena hal ini menjadi kewajiban Konstitusional bagi aparat penegak hukum manapun pada semua tingkatan.

 Metadata

Jenis Koleksi : Artikel Jurnal
No. Panggil : JLI 8:2 (2011)
Subjek :
Sumber Pengatalogan :
ISSN : 02161338
Majalah/Jurnal : Jurnal Legislasi Indonesia = Indonesian Journal of Legislation 8(2) Juni 2011 hal. 297-320
Volume :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Akses Elektronik :
Institusi Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 4 Ruang Majalah
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
JLI 8:2 (2011) TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20409222
Cover