Festival sastra tahunan Wintemachten telah membawa penyair terkemuka Indonesia, D.
Zawawi Imron, menjalani kontak dengan budaya di Negeri Belanda. Ia mendokumentasikannya
melalui puisi-puisi yang terkumpul dalam Refrein di Sudut Dam (2003). Melalui puisi-puisi tersebut
kita bisa mengamati bagaimana kornunikasi interkultural terjadi. Sebagai subjek puisi-puisi tersebut,
yang direpresentasikan sebagai “Aku" dalam teks, sang penyair memaknai dan menilai praktik budaya
yang ia temui di luar lokus budayanya. Tindak pemaknaannya dipengaruhi oleh memori kolektif orang
Indonesia tentang kolonialisasi Belanda maupun konstruksi identitasnya sebagai Muslim, orang
Indonesia, dan Madura. Ia juga mengalami keterkejutan budaya dalam kontak budaya tersebut. Untuk
mengantisipasi kondisi itu, ia punya strategi adaptasi. Akan tetapi jika strategi itu gagal, maka ia
memilih kembali kepada “budaya-ibu” miliknya. Ia punya banyak pilihan untuk kembali karena ia
hanyalah seorang turis yang pergi mengunjungi negeri asing.