ABSTRAKSkripsi ini membahas tentang kebijakan politik perkotaan di DKI Jakarta, dengan
studi kasus penertiban dan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Pasar Tanah
Abang pada masa Pemerintahan Joko Widodo (2012-2014) dan Basuki Tjahaja
Purnama (2014-2017). Tujuannya adalah untuk mengetahui proses penertiban dan
relokasi PKL di Tanah Abang, dimana terjadi konflik kepentingan di dalamnya.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pengumpulan data melalui
wawancara dan studi kepustakaan. Untuk mencari solusi yang dapat disetujui
bersama, pemerintah DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Jokowi dan Ahok
mencoba membangun hubungan bisnis dengan PKL dengan membentuk koalisi.
Sesuai dengan teori Growth Machine, koalisi yang dibangun disebut sebagai progrowth
coalition. Namun, solusi tersebut tidak dapat menyelesaikan permasalahan
tentang PKL, karena pemerintah DKI Jakarta yang tidak bisa menjaga
komitmennya sebagai syarat keberlangsungan koalisi tersebut.
ABSTRACTThis paper explains about the Urban Policy of Jakarta with case study the control
and relocation of PKL in Tanah Abang under Jokowi (2012-2014) and Basuki
Tjahaja Purnama (2014-2017) regime. The purpose of this study is to understand
the process behind the relocation in Tanah Abang, where there has been conflict
of interest underneath. This study is a qualitative research, the data were gathered
by in depth interview and conducting library research. To come up with
acceptable agreement between all stakeholders, the government under Jokowi and
Ahok has tried to build a business relation with PKL by forming a coalition. By
using Growth Machine theoretical framework, the coalition, that the government
tried to establish, is called pro-growth coalition. However, this solution cannot
completely solve the problems about PKL because the government of DKI Jakarta
cannot keep their commitment which is required to sustain the coalition.