Penelitian ini membahas mengenai penetapan harga semen dalam perspektif hukum persaingan usaha. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan, dan buku. Pelaku usaha cenderungan untuk berusaha mempengaruhi harga baik melalui pengaturan kuota maupun melalui pemasaran produk barang dan/atau jasa pada pasar bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Bersama-sama dengan pesaing, pelaku usaha membuat perjanjian pengaturan kuota dan wilayah pemasaran produk pada pasar bersangkutan (perjanjian kartel). Hampir semua negara mengatur mengenai larangan perjanjian kartel tersebut. Dalam menganalisa kartel, terdapat dua macam pendekatan hukum persaingan usaha terhadap kartel yang dipergunakan, yaitu Per Se llegal dan Rule of Reason. Dalam Antitrust Law Amerika Serikat, kartel diatur dalam Article 1 Sherman Act, dengan pendekatan Per Se Illegal. Sedangkan pengaturan kartel di Indonesia diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menggunakan pendekatan Rule of Reason, berdasarkan pada tujuan dari perjanjian kartel, yaitu bermaksud mempengaruhi harga. Pendekatan tersebut dipergunakan oleh KPPU dalam menganalisa dan memutuskan kasus kartel Semen pada perkara nomor 01/KPPU-I/2010. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU, dugaan kartel tersebut tidak terbukti. KPPU tidak dapat membuktikan bahwa pelaku usaha telah melanggar Pasal 5 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Selain itu, tidak terdapat adanya petunjuk perjanjian pengaturan harga, perjanjian pengaturan pemasaran dan perjanjian kartel dalam kasus ini. Dalam penelitian juga membahas kendala-kendala dalam menyelesaikan kasus kartel semen ini.
This research examines regarding the price fixing of cement in business competition law perspective. This research is a normative juridical legal research using secondary data, such as laws and regulations, and books. Businessmen tend to attempt to affect the price either through quota setting or marketing of products and/ or services in the relevant market. It aims to obtain maximum profit. Along with competitors, businessmen make agreement on quota setting and marketing area of products in the relevant market (cartel agreement). Almost all countries stipulate regarding the prohibition on such cartel agreement. In analysing cartel, there are two business competition law approaches on cartel, they are Per Se Illegal and Rule of Reason. In the Antitrust law of the United States of America, cartel is stipulated in Article 1 of Sherman Act, with Per Se Illegal approach. While cartel regulation in Indonesia is stipulated in Article 11 of the Laws Number 5 of 1999 using Rule of Reason, in accorance with the purpose of the cartel agreement, which is to affect price. Such approach was used by KPPU in analysing and deciding Cement Cartel case in the case number 01/KPPU-I/2010. Pursuant to the investigation conducted by KPPU, the cartel allegation was not proven. KPPU could not prove that the businessmen had violated Article 5 and 11 of the Laws Number 5 of 1999. Besides, there was no reference on the price fixing agreement, marketing setting agreement, and cartel agreement in this case. In this research, it also examines the obstacles in resolving this cement cartel case.