Keadaan dilematis para transmigran yang tersebar di Kabupaten Keerom, disebabkan lahan-lahan garapan yang disediakan oleh pemerintah mulai dipersoalkan oleh warga asli. Keadaan ini menjadikan para transmigran khawatir, walaupun tanah sudah bersertifikat setiap saat dapat diambil oleh komunitas adat bila terlambat dalam pengelolaan lahan. Dalam tahap yang krusial juga dialami transmigran, karena mereka menjadi korban dalam pertikaian separatis OPM (Organisasi Papua Merdeka) melawan TNI.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah, terdapat kesenjangan dalam pemahaman bahwa konflik di wilayah Kabupaten Keerom adalah permasalahan kriminal biasa, dan mengabaikan dimensi SARA yang pada tingkatan tertentu bisa berakibat pada disintegrasi bangsa. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Dari hasil penelitian teridentifikasi potensi cakupan konflik di Kabupeten Keerom yaitu: 1. Letak geografi, 2. Kemajemukan warga, 3. Kesenjangan kesejahteraa, 4. Minuman keras, 5. Persinggungan adat, 6. Lemahnya penegakan hukum, dan 7. Dominasi politik kelompok tertentu. Hasil penelitian juga menyarankan agar proses pembangunan di Kabupaten Keerom tetap berbasis pada kearifan local, dan perlu dibentuk pendekatan yang patut dikembangkan dengan konsep Early Warning System (EWS) sebagai bentuk kewaspadaan dan kesiagaan dalam mengatasi dan mencegah terjadinya gejala konflik di Papua.
Dillematic condition of transmigrans scattered at Keerom Regency resulted by arable lands provided by government had been problemalized by indigenous citizens. It had resulted in transmigrants worry although it had been certified but at any time it may be taken over by such traditional community when it is managed so lately. Crucial stage/event also had been undergone by transmigrants in which they become victim of conflict between separatist of OPM (Independent Papua Organzation ) against Indonesia Army (TNI).
The problem in this research is miss understanding on conflict at Keerom Regency in which it is supposed as usual criminal problem while neglecting SARA (Ethnic, Religion, Race and Group) dimensions in turn at certain level it may resulted in national disintegration. This research is qualitative one with descriptive design.
From such research it had been identified conflict scope at Keerom Regency, those are: 1. Geographic, Pluralisty of Citizen, 3. Welfare Gap, 4. Liquor 5. Traditional sensitivity, 6. Law Enforcement Weakness and 7. Political dominance by certain group. Also research result suggests that developmental process at Keerom Regency stay based on local wisdom and it is necessary to develop approach by Early Warning System (EWS) concept in form of vigilance and preparedness in solving and overcoming conflict symptoms at Papua.