Penelitian ini merupakan studi komunikasi politik, yang memfokuskan pada bahasa politik terkait dengan berbagai pemaknaan dan clash of argument tentang sebutan ?petugas partai? pada relasi Jokowi dengan para politikus. Secara faktual berbagai permasalahan sosial dapat muncul dari masalah pemaknaan. Percekcokan, perselisihan, kesalahpahaman merupakan masalah-masalah yang dapat timbul dari pemaknaan. Masalah penelitian ini adalah bagaimana kontestasi makna sebutan ?petugas partai? dalam drama politik pada periode Maret 2014 sampai April 2015 di Indonesia dan bagaimana aktor-aktor politik berkomunikasi (political talks) tentang sebutan ?petugas partai? dalam drama tersebut. Penelitian ini secara teoritik menggunakan pendekatan dramatisme Kenneth Burke yang melihat manusia sebagai the symbol using animal yang menggunakan bahasa sebagai simbol terpenting yang didorong oleh motif-motif kepentingan. Sumber data primer yang digunakan adalah media online detik pada periode Maret 2014 sampai April 2015 dengan mencermati pernyataan-pernyataan langsung dari berbagai aktor-aktor politik. Metode analisis yang digunakan adalah pentad analysis yang melihat hubungan analitik antara scene, act, agent, dan purpose.
Hasil penelitian menunjukkan selama periode Maret 2014 sampai April 2015 terdapat empat keadaan objektif yang memperlihatkan panggung drama (scene) dimana sebutan ?petugas partai? saling bersaing. Pertama, pada saat Megawati Soekarnoputri selaku Ketua PDIP menulis surat madat pencapresan Joko Widodo. Kedua, Pelantikan Kabinet Kerja di Istana Negara. Ketiga, Pelantikan Jaksa Agung, dan Keempat, Penunjukan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebutan ?petugas partai? berkembang menjadi kontroversi yang melibatkan berbagai aktor politik (agent) yang sangat luas, di dalam berbagai scene kejadian yang berbeda-beda. Kontestasi dapat dicermati dari pihak-pihak yang pro dan pihak-pihak yang kontra. Sebutan ?petugas partai? oleh Megawati bisa dimaknai bahwa Jokowi adalah seorang yang diberi tugas oleh partai. Sebagai seorang yang diberi tugas oleh partai, maka Jokowi dituntut untuk patuh dan setia (loyal) pada partai (purpose). Sedangkan bagi Prabowo, lawan politiknya, sebutan ?petugas partai? diberi makna baru menjadi ?pemimpin boneka? yang bisa dimaknai sebagai ?pemimpin yang hanya menjadi mainan orang?. Dengan demikian, sebutan ?petugas partai? tidak dapat dipisahkan dari perebutan pengaruh dan kendali terhadap Presiden Jokowi. Dalam jalinan-jalinan tersebut retorika mempunyai kegunaan dasar dalam memenangkan persaingan dan kompetisi.
This research is a study of political communication, which focuses on political language associated with a variety of meanings and clash of argument about the term ?party officials? in relation with Jokowi and politicians. Factually, various social problems that can arise from the meaning. This research problem is how contestation meaning of the term ?party officials? in the political drama in the period from March 2014 until April 2015 in Indonesia and how the political actors communicate (political talks) about the term ?party officials? in the drama. This study theoritically use Kenneth Burke Dramatism approach that sees humans as the symbol using animal who uses language as an important symbol that is driven by motives of interest. The primary data source used is the Detik Online media in the period from March 2014 in order to examine the statements from the various political actors. The anlytic scene, act, agent, and purpose.
The result showed, during the period March 2014 to April 2015 there were four objective circumstances showing the stage play (scene) where the term ?party officials? competing against each other. First, at the time of Megawati Soekarnoputri as the Chairman of the PDIP writing credential presidential nomination Joko Widodo. Secondly, inaugural Working Cabinet at the State Palace. Third, Inaugural Attorney General, and the Fourth, appointment of the Commissioner General Budi Gunawan as police chief. The result showed that the term ?party officials? developed into a controversy involving a wide range of political actors (the agent), in various scenes of different events. Contestation can be observed from the parties pro and contra parties. The term ?party officials? by Megawati could be interpreted that Jokowi is a man who was given the task by the party. As someone who was given the task by the party, then Jokowi required to be obedient and faithful (loyal) to the party (purpose). Meanwhile Prabowo, Jokowi?s political opponents, gave the term ?party officials? new meaning to ?figurehead? that could be interpreted as a ?leader just be a toy person?. Thus, the term ?party officials? can not be separeted from the struggle for influence and control ot the President Jokowi. In this communication braid rhetoric has a basic utility in winning the competition.