Basa Cerbon menjadi menarik untuk diteliti berlandaskan fakta kehadirannya sejak abad ke-14 di lingkungan Bahasa Sunda. Kondisi ini memunculkan permasalahan penelitian dialektologi untuk menelisik distribusi variasi bahasa dan penetapan status. Penelitian ini menggunakan ancangan kualitatif dan kuantitatif. Satuan unit penelitian adalah desa. Titik Pengamatan ditetapkan 55 desa dengan teknik sampling pemercontoh bertujuan (purposive sample) atau disebut criterion-based selection. Informan diperlakukan sebagai sumber data. Data bahasa dijaring dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar tanyaan, dikumpulkan dari 55 TP dengan menggunakan metode pupuan lapangan dengan teknik bersemuka dan perekaman, dianalisis dengan menggunakan metode berkas watas kata dan penghitungan jarak kosakata menggunakan metode dialektometri melalui teknik segitiga antardesa dan Polygones de Thiessen.
Hasil analisis data disajikan secara deskriptif. Temuan-temuan hasil penelitian adalah sebagai berikut: dari jumlah 558 peta, ditemukan 209 peta variasi leksikal dan 349 peta variasi fonologis. Ditemukan pula 3 kelompok penutur Basa Cerbon, yaitu kelompok penutur Basa cerbon yang mengucapkan fonem vokal terbuka /a/ sebagai [a], yang mengucapkan fonem vokal terbuka /a/ sebagai [ɔ], yang mengucapkan fonem vokal terbuka /a/ sebagai [a], [ɔ]. Ditemukan kosakata khas dan hibrida dalam Basa Cerbon. Hasil analisis data menemukan distribusi kosakata serapan dari Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, dan Bahasa Indonesia dari jangkauan satu TP ke jangkauan 54 TP. Hasil penghitungan dialektometri berkesimpulan Basa Cerbon belum dapat disebut sebagai sebuah "bahasa tersendiri" karena capaian variasi leksikal menurut kriteria Guiter (1973) adalah "Beda Wicara", variasi fonologis dalam kriteria "Beda Dialek". Walaupun sebagai bagian dari Bahasa Jawa, Basa Cerbon memiliki frekwensi penggunaan kata gramatikal yang tinggi, sehingga Basa Cerbon tidak mudah dipahami oleh penutur jati Bahasa Jawa dari daerah lain, maka dalam hal ini kata gramatikal dapat menjadi penanda jatidiri penuturnya di Cirebon.
Basa Cerbon becomes interesting to be researched as the fact of its existence since 14 century in Bahasa Sunda environment. The condition brings up the problem in dialectology to research the distribution of language variations and the status of it. The research uses qualitative and quantitative approach. Desa is treated as research unit. 55 desa are treated as the sample by using criterion-based selection or purposive sample technique. Informans are treated as sources of data. Data are collected by using questionnaire which contains list of questions in it, obtained through participative observation method, face-to face conversation and recording techniques. Data are analysed by isogloss and dialectometry methods, using triangular interregional and polygones de Thiessen techniques. The result of analysis is presented descriptively. The findings of the research are as follows: From 558 maps, it is discovered 209 maps of lexical variation and 349 maps of phonological variation. It is found 3 groups of Basa Cerbon speakers, that is the group who pronounces the open vocal phoneme /a/ as [a], who pronounces the open vocal phoneme /a/ as [ɔ], who pronounce the open vocal phoneme /a/ as [a], [ɔ]. It is found special vocabularies and hybrid in Basa Cerbon, the distribution of vocabulary absorption of the language of Javanesse, Sundanesse and Indonesia from the range of one to fifty four points of observation. From the dialectometry counting it can be concluded that Basa Cerbon has not been able to state as "separate language" because the achieving of lexical variaton?according to Guiter (1973)?is "speech different", the achieving of phonological variation is "dialect different". Although Basa Cerbon is the part of Javanesse language, it has high frequency in using gramatical vocabulary, so it causes to be uneasy to understand by the javanesse speakers from other areas, so in this case, Basa Cerbon gramatical vocabulary can be the indication of its speakers identity in Cirebon.