Keberhasilan program KB mengendalikan tingkat kelahiran di Indonesia selama lebih dari tiga dekade tidak terlepas dari peran petugas Penyuluh Keluarga Berencana (PKB). Di Rwanda, keaktifan penyuluhan oleh PKB dapat meningkatkan prevalensi kesertaan akseptor hingga 29%. Sejak tahun 2004, pascakebijakan desentralisasi di Indonesia, jumlah PKB menurun drastis hingga menyisakan dua pertiga dari jumlah awal sekitar 3.500 petugas. Dampak perubahan tersebut tercermin pada angka fertilitas total (TFR) Indonesia berdasarkan data SDKI 2007 yang bertahan sama dengan data SDKI 2002-2003 (2,6 anak per wanita). Hal tersebut dikhawatirkan dapat semakin meningkat apabila kinerja program KB termasuk kinerja petugas PKB tidak mendapat perhatian. Peningkatan TFR mengancam ledakan penduduk yang dapat menghabiskan sumber daya alam yang terbatas dengan segala konsekuensi negatif. Hal tersebut juga dapat memperberat sasaran BKKBN mencapai pertumbuhan penduduk yang seimbang pada tahun 2015. Direkomendasikan untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam lingkungan strategis yang terus berubah sejak kebijakan desentralisasi program KB, antara lain melalui sistem reward dan model pelaporan berbasis teknologi informasi.